Part 18

9.5K 664 3
                                    

Rumah Marsih yang biasanya tidak terlalu ramai, sekarang menjadi ramai. Semuanya karena kedatangan satu orang. Biasanya, jam sepuluh malam seperti saat ini semuanya sudah memilih untuk tidur mengingat besok sebelum subuh mereka harus bangun dan bersiap membuka warung. Tapi tidak kali ini. Di ruangan tengah, mereka semua malah berkumpul. Bercanda bersama dan menikmati beberapa makanan yang dibawa oleh lelaki yang baru saja datang dan membuat suasana menjadi ramai dan hangat seperti saat ini.

"Kamu itu nak.. Kok pulang gak ngasih tahu ibu dulu. Tahu gitu kan ibu masak buat kamu." Marsih membelai lembut rambut lelaki yang sekarang menidurkan kepalanya di pangkuan Marsih. Lelaki itu adalah Farhan. Putra sulungnya itu sudah pulang dari Jepang tanpa pemberitahuan. Mungkin dia ingin memberikan sedikit kejutan manis untuk ibu dan adiknya.

"Iya mas Farhan nih. Tahu gitu kan Anggun bisa jemput di bandara mas" Anggun ikut-ikutan nimbrung.

"Mas kan pengen kasih kejutan buat semuanya. Sama pengen kenalan juga sama Seno juga." Jawab Farhan singkat sambil dia mengambil emping yang ada di sampingnya.

"Kamu liburan berapa lama di sini, nak? Balik ke Jepang kapan?" Tanya Marsih lembut. Rasa kangennya pada anak sulungnya ini membuatnya hatinya sangat senang saat tiba-tiba Farhan pulang ke rumah.

"Farhan udah gak balik ke Jepang lagi bu. Kontrak kerja Farhan juga udah habis. Study Farhan juga udah selesai kok. Cuman emang belum graduation aja bu. Makanya, daripada Farhan nganggur di sana, mendingan Farhan pulang ke sini. Udah kangen berat sama ibu dan Anggun"

"Waahhh... Kereeennn.. Mas udah lulus." Sontak saja Anggun bersorak gembira saat mendengarnya. Raut wajah senang dan mata yang berbinar juga nampak dari wajah Marsih.

"Nanti, pas acara graduation ibu sama Anggun dateng ya." Ucap Farhan lagi.

"Bukannya ibu gak mau dateng ke acara lulusan kamu, nak. Tapi Jepang itu jauh. Biaya ke sana, nginepnya, makannya dan semuanya tentu gak murah kan?" Sungguh, Marsih sangat ingin ke Jepang, menghadiri momen kelulusan dari anak sulungnya itu. Anak yang selama ini telah menggantikan peran suaminya untuk menjaganya dan Anggun.

"Ibu sama Anggun gak usah khawatir, semua udah Farhan siapin. Sekarang ibu, sama Anggun siap-siap aja. Besok atau lusa Farhan anter ke kantor imigrasi buat bikin paspor, biar nanti gak susah masuk Jepang-nya" Jika sudah seperti ini Marsih tidak bisa menolak. Dia tidak ingin mengecewakan anak sulungnya. Marsih hanya mengangguk ringan saja. Jika Farhan mengatakan jika semua sudah diurusnya, maka memang itu yang sudah dilakukan oleh anaknya itu.

"Sen, kamu mau gak ikut ke Jepang?" Pertanyaan dari Farhan tentu mengagetkan Seno. Dia yang sedari tadi hanya menyimak saja. Ingin sebenarnya dia nimbrung, tapi berhubung dia belum terlalu dekat dengan Farhan dan belum pernah berinteraksi, maka Seno lebih memilih menjadi pengamat saja. Jujur saja, hatinya juga ikut senang dengan kedatangan Seno.

"Booo...lleeh ikkuutt, mas? Tapi Seno belum punya tabungan mas, jadi kayaknya Seno bagian tunggu rumah sama warung aja deh selama ibu, mas sama mbak ke Jepang" Seno tentu tahu biaya untuk keluar negeri sangat mahal dan mungkin tidak akan terjangkau dengan gajinya.

"Enggak usah khawatir Sen, ntar semuanya tanggungannya mas. Tiket, makan, nginep semuanya tanggungannya mas"

"Taa..pppii..." Seno masih berujar ragu. Farhan yang tadinya rebahan di pangkuan Marsih lalu mengambil duduk tegak. Dia lantas mamanggil Seno dengan isyarat tangannya. Seno hanya menurut saja.

"Kamu itu udah mas anggep adek bungsunya mas. Anggep aja ke Jepang ini sebagai tanda terima kasih dari mas ke kamu. Kamu kan udah bantuin mas buat jagain ibu juga Anggun selama mas di Jepang kan? Gimana? Mau kan jadi adek bungsunya mas?" Tanya Farhan kepada Seno. Spontan saja Seno mengangguk menjawab pertanyaan dari Farhan. Tapi kemudian dia langsung berucap:

"Eh, enggak. Nanti kalau Seno jadi adek bontotnya mas Farhan, Seno kerja di sini gak dibayar dong? Kan Seno butuh duit mas buat kirimin bapak sama ibu di kampung" Tidak menunggu lama, Marsih, Farhan dan Anggun langsung tergelak dengan perkataan polos dari Seno itu.

"Ya gak gitu juga Seno..." Farhan sedikit gemas dengan tingkah polos Seno. Pantas saja ibu dan adiknya sangat terbantu dengan adanya Seno. Selain memang cekatan dan semangat dalam bekerja, sifat Seno yang polos dan lugu bisa menjadi hiburan sendiri bagi mereka.

Jam sudah semakin larut. Akhirnya mereka memilih menyudahi acara kangen-kangenan itu dan langsung tidur dan beristirahat untuk aktivitas esok harinya. Malam ini tampaknya semuanya akan tertidur dengan nyenyak. Tidur dengan lengkungan senyum di masing-masing bibir mereka.

Tidur Farhan sedikit terganggu. Inderanya menangkap suara. Walaupun tidak gaduh, namun mampu membuatnya sedikit tersadar. Sekarang indera penciumannya yang menangkap aroma gurih dan wangi masakan yang membangkitkan memorinya. Keadaan ini memaksanya membuka mata lebih lebar lagi. Diliriknya jam tangan yang tadi dia letakkan di sampingnya. Hari masih sangat pagi. Bahkan belum juga jam empat pagi. Walaupun masih sedikit lelah, Farhan memaksakan diri untuk keluar kamarnya. Dia langsung menuju arah dapur, dan disana didapatinya Marsih, Anggun dan Seno yang sedang sibuk. Masing-masing dari mereka sibuk mempersiapkan makanan yang akan dibawa ke warung.

Farhan lantas mendaratkan dirinya di kursi yang ada di dapur itu. Kedatangan Farhan tentu saja mengagetkan semuanya.

"Kenapa bangun? Keganggu ya?" Tanya Marsih sambil tangannya menata ayam goreng di wadah. Farhan menggeleng pelan. Sesekali dia menguap, tanda dia masih mengantuk. Sudah biasa baginya hanya tidur lima jam sehari.

"Enggak. Biasa juga udah bangun jam segini juga. Ada yang bisa Farhan bantuin gak?"

"Gak usah mas. Ini juga udah mau kelar kok. Tinggal masuk-masukin ke baskom sama wadahnya aja." Anggun memberikan jawaban ke Farhan. Memang benar jika pekerjaan mereka hampir selesai. Mendapati itu, Farhan hanya bisa mengangguk ringan saja.

"Bu, nanti Farhan ikutan ke warung ya. Pengen lihat warungnya kayak gimana. Tapi nanti ke tempat bapak dulu. Kangen sama bapak. Habis dari bapak, nanti langsung ke warung." Niatnya, setelah mandi dan bersih-bersih, Farhan ingin mengunjungi makam bapaknya. Selama di Jepang, Farhan sangat merindukan ingin berkunjung ke makam bapaknya. Hanya anggukan dan senyuman dari Marsih sebagai jawaban. Hari masih sangat pagi, namun untuk kembali tidur juga percuma. Farhan akhirnya memilih membuat kopi dan membawanya ke teras. Menikmati kopi panas di teras rumah dengan hawa pagi hari, itu yang menjadi pilihan Farhan.

Pagi harinya, Setelah Farhan dari makam Darto, sang bapak. Usai meluapkan rasa kangennya, Farhan lantas beranjak dari makam ke warung makan Marsih. Hari ini rencananya dia ingin menghabiskan rasa kangennya dulu ke Marsih dan Anggun. Mungkin nanti malam, dia akan membicarakan semua rencana-rencananya.

Let Me Be Your Man (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang