Part 37

7.7K 553 10
                                    

Kepergian Andro yang mendadak menimbulkan tanda tanya terutama bagi Anggun. Dia tadi juga bisa mendengar dengan jelas apa yang diucapkan oleh seorang yang menelpon Andro tadi. Rasa penasaran yang tinggi dari Anggun membuatnya menatap ke arah Farhan dengan tatapan yang menuntut jawaban. Dari interaksi keduanya, dia tahu bahwa kakaknya itu setidaknya mengetahui beberapa hal yang tidak dia tahu.

"Kenapa? Pengen tahu ceritanya?" Tanya Farhan yang menyadari arti tatapan dari Anggun.

"Andro pernah cerita ke mas kalau adiknya itu hamil tapi adiknya itu gak tahu siapa yang udah menghamilinya." Farhan membuka ceritanya, setelah dilihat bahwa respon Anggun tidak menunjukkan ada masalah, dia lalu melanjutkan lagi.

"Andro cerita ini pas pertama kali mau jemput kamu di tempat kursus itu. Dia cerita kalau dia dan adiknya serasa kena karma karena perbuatan yang udah mereka lakuin ke kamu"

"Dia ngalamin kayak aku? Dilecehin gitu?" Anggun langsung saja penasaran dengan apa yang dialami oleh Elena.

"Kayaknya sih enggak. Pergaulannya adiknya kan bebas gitu. Keluar masuk klab malam. Hendon juga kan perilakunya. Jadinya siapa yang menghamili dia juga gak tahu" Lanjut Farhan. Anggun menautkan alisnya. Satu pertanyaan yang muncul di kepalanya adalah, bagaimana kakaknya itu tahu jika Elena mempunyai kebiasaan yang buruk seperti itu? Bukankah kakaknya itu tidak mengenal Elena?

"Udah... Udah... Ini tuh acaranya syukuran Anggun sama Seno. Gak perlu bahas yang lain. Mereka bukan siapa-siapa kita, jadi ya ngapain harus pusingin masalah mereka" Marsih menengahi dan berusaha menyudahi topik soal Andro. Dia tidak ingin merusak acara yang harusnya penuh dengan suka cita itu.

***

Setiba di parkir mobil rumah sakit, Andro lantas berlari ke arah UGD. Di sana sudah menunggu kedua orang tuanya.

"Ayah, bukannya HPL-nya masih agak lama ya? Kok mendadak gini lahirannya?" Andro langsung bertanya saat dia sampai di ruang tunggu UGD, dimana kedua orang tuanya menunggunya.

"Mama juga gak tahu. Tadi habis makan, adik kamu ngeluh perutnya mules sama sakit. Mama mikirnya ya sakit perut, ternyata itu kontraksi. Karena gak mau ambil risiko ya udah mama bawa aja ke rumah sakit" Gina yang justru menjelaskan bagaimana kronologisnya.

"Kok ke UGD? Kenapa gak langsung ke ruang bersalin kalau emang udah kontraksi?"

"Emang prosesnya seperti itu. Pasien masuk ya harus UGD baru entar dikirim ke ruang bersalin" Gina kembali menjelaskan.

Andro memilih untuk diam dan duduk di samping orang tuanya. Yang penting sekarang adiknya sudah dalam penanganan medis. Selang beberapa lama, seorang dokter jaga UGD keluar dan segera saja Wiryo dan semuanya langsung mengerumuninya.

"Bapak, ibu, berdasarkan pemeriksaan kami, putri ibu sekarang dalam kondisi eklamsia, satu kondisi dimana tekanan darah pada ibu hamil berada di tingkat yang tinggi." Dokter jaga itu menjelaskan.

"Tekanan darah tinggi? Kami rutin periksa kandungan dan sepertinya tidak ada keluhan tekanan darah tinggi. Kenapa tiba-tiba ada keluhan darah tinggi ya dok?" Gina penasaran karena dia selalu mengantar Elena untuk pemeriksaan rutin dan memang tidak ada keluhan mengenai hal itu.

"Bisa saja bu terjadi seperti itu. Kebanyakan karena faktor stres karena akan melalui proses persalinan. Jika pola makan dan asupan untuk ibu hamil sudah dijaga, besar kemungkinan karena faktor stres itu tadi" Kembali dokter jaga itu menjelaskan.

"Terus kami harus gimana, dok?" Sekarang giliran Wiryo yang bertanya.

"Reguler check up dengan dokter Brian ya bu? Kebetulan beliau ada, nanti akan saya konsul ke beliau untuk tindakan selanjutnya."

"Baik dok, terima kasih. Lakuin aja yang terbaik buat anak saya" Jawab Wiryo.

"Bapak suaminya ya? Biasanya kalau kasus seperti ini tindakan yang dilakukan sectio caesaria. Kami harus melakukan operasi untuk mencegah ibunya mengejan. Hal itu akan memperburuk tekanan darahnya" Dokter itu berkata sambil pandangannya mengarah ke Andro. Lagi, dia pasti akan dikira sebagai suaminya.

"Bukan! Saya kakaknya. Untuk pesetujuan tindakan medis nanti biar ayah saya yang tanda tangan" Andro sudah tahu kalau dia pasti akan dikira sebagai suaminya. Ini bukan yang pertama untuknya.

"Oh, Maaf. Baik jika seperti itu. Untuk sekarang, bapak ibu silakan ke menyelesaikan administrasi terlebih dulu. Form konsul dengan dokter Brian akan segera saya buat"

Dokter jaga itu kembali ke ruang rawat UGD sementara Wiryo dan Andro menuju meja administrasi sementara Gina kembali duduk di kursi tunggu UGD.

Tampaknya malam ini keluarga Wiryo harus menghabiskan malam mereka di rumah sakit. Diagnosa awal dokter jaga tadi memang benar, dan memang mengharuskan Elena menjalani operasi untuk mengeluarkan bayinya.

Jika tadi mereka duduk menunggu di ruang tunggu UGD, sekarang keluarga Wiryo menunggu di depan ruang operasi. Lampu operasi yang masih menyala menandakan jika tindakan operasi masih berlangsung. Berbagai macam pikiran ada di ketiga kepala itu. Mulut merekapun tidak henti merapalkan doa-doa untuk keselamatan Elena dan bayinya.

Satu jam menunggu operasi serasa sangat lama bagi keluarga Wiryo. Segera setelah lampu kamar operasi padam, seorang perawat bedah keluar dan segera menemui keluarga Wiryo yang sedang menunggu.

"Operasi sudah selesai bapak, ibu. Putranya laki-laki. Beratnya 3,2 kg. Tidak ada kecacatan fisik bawaan, semuanya sehat. Untuk ibunya, setelah ini akan dipindahkan dulu ke ICU. Kami berharap tidak ada kejadian ikutan pasca operasi" Ujar perawat tersebut.

Ada sedikit kelegaan, walaupun belum sepenuhnya. Itu jelas terlihat dari wajah Wiryo, Gina dan Andro. Namun, saat perawat tersebut mengatakan jika Elena harus masuk ICU itu juga menandakan kondisinya tidak baik-baik saja. Hal itu yang menyebabkan mereka belum sepenuhnya lega.

"Bayinya akan kami bawa ke ruang bayi, pak. Silakan jika ingin meng-adzani bayinya" Mendengar itu, Wiryo langsung saja mengikuti perawat tersebut. Kalau boleh jujur, hatinya sekarang berkecamuk. Antara senang dan juga sesak. Senang, karena dia sekarang sudah resmi menjadi kakek, tapi bukan dengan cara yang seperti ini.

Memasuki ruang bayi, Wiryo mengikuti arah dari perawat tadi. Sekarang, dipandanginya bayi merah yang dibedong dengan kain dari rumah sakit. Bayi kecil yang sekarang ini menjadi tanggung jawabnya. Selesai mengumandangkan adzan di telinga bayi kecil itu, Wiryo menyerahkan kembali pada perawat yang sedari tadi mendampinginya.

"Untuk keperluan administrasi rumah sakit, baby-nya diberi nama siapa pak?" Tanya perawat itu. Wiryo langsung kebingungan. Dia tidak menyiapkan sama sekali nama untuk cucunya dan sekarang pertanyaan sederhana dari perawat itu tampak seperti todongan kepadanya.

"Davin... Davin Satria Wicaksono." Jawab Wiryo setelah berpikir beberapa saat. Perawat itu lalu mengangguk.

"Lalu, untuk keperluan pengurusan akta kelahiran, nama bapaknya siapa ya pak?" Sekarang, Wiryo sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan dari perawat itu. Sungguh, dia tidak bisa menjawabnya. Mulutnya mendadak terasa kelu untuk sekedar berbicara.

"Tidak ada. Hanya ada nama ibunya di akta kelahiran. Elena Wicaksono" Jawab Wiryo, bahkan tanpa memandang perawat itu. Bukan bermaksud tidak sopan tapi dia sungguh malu untuk menjawab bahwa cucunya tidak mempunyai ayah dan lahir diluar pernikahan yang sah.

Let Me Be Your Man (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang