BAB 26 : KETAHUAN

969 204 10
                                    

Seminggu terakhir Arabella benar-benar habiskan di istana, dan malam harinya dia seperti biasa akan pergi ke danau. Mengobrol dengan Hans hingga sebelum tengah malam. Setidaknya itu sepadan dengan semua yang telah lalui.

Arabella masih ingat bagaimana harinya masih diawasi Elios, dan kelas yang begitu ketat di musim panas. Jelas itu neraka.

Saat bersama Hans, Arabella terkadang bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Kenapa dirinya sangat menyukai karakter satu ini?

Kenapa dia juga sangat sedih saat Hans ternyata tidak berjodoh Aileen, ibu dari tubuh bernama Arabella ini.

"Benarkah?"

"Ya, kau harus mencobanya. Aku jamin kau akan menyukainya."

Melihat senyuman Hans membuat hati Arabella selalu menghangat. Melihat matanya menyipit karena pipinya yang tertarik ke atas membuat Arabella semakin bahagia. Arabella juga masih mengingat malam dimana Hans mengajaknya berkeliling. Sempat terbesit bagaimana Hans bisa leluasa pergi begitu saja, tapi bayangan Arion tiba-tiba muncul dikepalanya.

"Yah, itu seharusnya seseorang yang senasib dengan Kenzo."

Arabella yang sedang di asramahnya bersiap memakai kamar mandi dalam yang dia punya. Arabella mendesah paruh saat tak sengaja melihat pantulannya dari marmer dan menyentuh kalung pemberian dari Aidan.

Arabella tersenyum saat melihat bagaimana Aidan memberinya kalung saat itu. Aidan tiba-tiba saja memberinya kalung, tanpa dibungkus atau mengatakan lebih banyak kata lagi Aidan membantu memasangkannya.

"Ini bukan hadiah. Jadi... Terima saja."

Arabella semakin tersenyum lebar melihat adiknya yang cuek ternyata memberinya hadiah.

"Terima kasih. Aku menyukainya."

Alexa yang melihat interaksi Aidan dan Arabella segera berteriak ke Aidan.

"Kau siapa? Kakak dia bukan Aidan, menjauh dari dia!" Seru Alexa segera menarik Arabella dalam pelukannya dan menatap tajam ke arah saudara kembarnya yang berbeda gender itu.

"Emm, Aleksha?"

"Dia bukan Aidan. Dia bukan Aidan. Dia bukan Aidan. Dia bukan Aidan... ."

Kalimat itu terus Alexa ulangi berulang kali sembari mengelus dan memeluk Arabella. Sejujurnya bukan hanya Alexa saja. Aileen dan Arion terteguh diam melihat Aidan yang tidak bersikap cuek diam-diam sudah membelikan hadiah untuk sang kakak yang pernah dia katakan jahat di depan mata mereka.

"Aku benci kakak! Kenapa kakak tidak pernah bangun dan ada untuk ku dan Alexa!"

Itu wajar bagi Aidan yang masih belum mengerti dan selalu diam-diam berkunjung ke tempat Arabella yang masih terbaring waktu itu.

"Kau! Kau jahat! Kakak jahat!"

Hingga suatu hari Aidan mungkin sudah lelah dan mengerti kondisi Arabella. Aidan semakin pendiam dan lebih banyak menghabiskan wkatu bersama Elios bertanya segala hal, dan terkadang berlatih bersama Lunar dalam sihir.

Arabella berharap dia juga tidak tidur panjang. Dirinya juga ingin bangun dan bermain bersama kedua adiknya yang sudah dia tunggu dan harapkan semenjak Niel, dan Ian pamer kepadanya. Lagi pula bagaimana pun takdir sudah terlutis sebelum dia lahir ke dunia ini.

Kenangannya bersama keluarga Aldrich, teman-temannya dia academy, maniak sihir yang selalu berisik, Tommy si maniak ikan, dan juga Hans yang selama ini dia anggap hanya karakter semata ada di depan matanya.

Arabella menggenggam erat kalung pemberian Aidan. Beruntungnya Hans mau membantunya. Meskipun bocah laba-laba itu gigih berkata kalung itu miliknya. Arabella bisa melihat seberapa geram Hans saat itu. Bisa-bisa penyamaran mereka terbongkar malam itu.

Aku... Tuan Putri?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang