Rindu

165 18 0
                                    

~Endless Love~

Sudah jutaan kali bahkan miliaran kali dikatakan bahwa rindu adalah penyakit yang tidak memiliki obat. Merindu kepada yang terkasih adalah sebuah hal yang lumrah. Merindu bisa sama siapa saja, begitu yang dirasakan pria paruh baya yang sudah berkepala lima itu. Dia rindu sang istri yang sudah tiada, itu sebuah rasa yang memilukan. Tatkala rindu datang dan ingin menyentuh namun apalah daya. Rindu kepada yang telah tiada sungguh menyakitkan, bukan hanya raga yang tidak dapat menyentuh namun hati juga ikut yang melenguh perih.

Sebuah foto di masa lalu hanya tinggal kenangan. Senyum yang terulas begitu indah namun hanya bisa dipandang tanpa bisa menyentuh. Seberkas angan ingin bertemu namun keadaan tidak memungkinkan. Berdoa untuk di persatukan kembali adalah sebuah lantunan yang selalu terucapkan.

Bingkai kayu dan foto seorang wanita sambil menggendong seorang gadis kecil terlihat begitu manis. Seketika bayangan demi bayangan bermunculan bagaikan kaset yang mengalun begitu syahdu. Kalbu melenguh rindu tatkala netra disapa oleh senyuman yang hanya dapat di lihat namun tidak untuk dirasakan.

Seberkas butiran air mata meluruhi pipi, ketika raga tak mampu maka jiwa juga tak kuasa. Bertahan di sisa kehidupan yang begitu penuh dengan cobaan. Kini, hanya ada satu wanita yang begitu sangat dia cintai juga sayangi sebagai semangat melalui kehidupan dengan garis Tuhan yang harus dijalani.

Seorang wanita menatap nya di celah pintu yang terbuka. Melihat pria paruh baya tersebut yang mengusap foto itu begitu lembut seakan dia adalah suatu barang yang sangat berharga. Di hela nya nafas dengan sisa kekuatan karena dia juga sama seperti si ayah yang pilu dan merindu. Tidak enak rasanya merindu tanpa bertemu. Tak enak rasanya jika rindu tak melihat dan menyentuh.

Dia harus kuat karena dialah yang menguatkan sang ayah. Tidak boleh lemah adalah sebuah kunci dari topangan hidup yang selalu goyah.

"Aku juga merindukan Ibu," bisiknya sambil menyeka buliran air mata. Pelan tangan nya membuka pintu kayu itu dan masuk, berjalan menghampiri sang ayah lalu duduk di sebelahnya.

"Yoona," lirihnya saat wanita itu duduk tepat disebelahnya tidak lupa juga menyeka air mata yang tadi membasahi pipi.

Dipeluknya sayang dengan penuh kasih dan sayang."Ayah. Jangan berlarut dalam kesedihan, nanti Ibu juga akan ikut sedih. Ayah harus bisa merelakan meski sulit, percayalah bahwa Ibu akan menjadi wanita paling terbahagia saat ini." Dia memberikan kekuatan meski hatinya juga ikut perih.

Sang ayah mengangguk lirih, di genggam nya tangan Yoona."Terima kasih, Yoona. Maafkan Ayahmu ini yang sudah membuatmu sedih. Maafkan Ayah yang belum bisa menjadi Ayah yang baik untukmu."

"Tidak Ayah. Menurutku, Ayah sudah yang paling baik. Terima kasih karena Ayah selalu menjaga Yoona dengan baik. Aku sangat menyayangimu."

Bersyukur masih ada Yoona, sang anak yang selalu kuat. Membelanya meski dia salah. Jujur, pria paruh baya itu masih malu atas perbuatan nya yang menyebabkan sang anak menjadi sebuah jaminan hutang. Dia merasa begitu bodoh karena belum bisa menjadi ayah yang baik.

Yang seharusnya melindungi namun malah menjerumuskan anak nya sendiri sebagai jaminan. Tapi sekarang, semua sudah berlalu, melihat Yoona yang sekarang begitu terlihat bahagia membuatnya lega karena bertemu dengan pria yang tepat. Menjaganya juga menyayanginya.

***

Hamparan rumput lembut berwarna hijau tersebut menjadi sebuah alas. Menikmati pemandangan indah yang tersaji begitu gratis dan menggiurkan.

Dilihatnya pria tampan yang kini berbaring tepat disebelahnya. Menatap nya penuh kagum dan pesona. Berjuta bahkan miliaran bintang tidak akan bisa menjadi tandingan pria tampan ini yang mana wajahnya jauh lebih memancarkan sebuah ketertarikan juga menjadikan candu ingin terus menatap.

"Tae."

"Hmm."

Iris wanita berlesung pipi itu menatap langit malam yang indah, netra nya terpancar binar tatkala mengingat momen dimana ada hal manis terputar dalam memori nya.

"Kau ingat? Waktu dulu saat SMA?" Pikirnya menerawang jauh mengingat masa lalu yang telah terlewati."Waktu itu, saat malam hari di rumah pohon, kau sengaja mengambil teleskop Jeon hanya untuk menemani ku melihat bintang." 

"Tentu aku ingat." Taehyung membuka matanya lalu menaruh tangan nya di atas perut sambil menautkan dengan iris nya yang menatap langit malam.

"Sampai Jeon marah dan dia mendiami mu selama satu hari penuh." Hana terkekeh lucu mengingat itu, Jeon itu pria manis yang menggemaskan.

"Benar. Dia memang suka merajuk saat SMA."

Hana memalingkan wajahnya sampai irisnya menatap wajah tampan yang kini menatap langit,"Tapi itu karenamu. Kau dan Jungkook selalu saja ribut dan bertengkar. Apalagi Kau dan Jeon sering rebutan makanan ringan jika ke rumahku, sampai-sampai Mommy ku harus membeli banyak agar kalian tidak berseteru."

Taehyung jadi malu sendiri mengingat itu. Sungguh, memalukan sekali jika mengingatnya."Iya. Memang memalukan."

Hana terkekeh,"Tidak juga. Bagiku itu hal wajar." Irisnya kembali menatap langit."Aku bahagia memiliki sejuta kenangan bersama kalian pada masa SMA. Dengan itu, kita bisa mengenang segala kisah yang pernah kita lewati bersama.." Taehyung memalingkan wajahnya, menatap Hana dengan lekat.

"Kau juga harus tau, Tae. Pada masa SMA, adalah masa dimana banyak miliaran kenangan yang tidak dapat kita daur ulang. Terbukti saat kita berpisah lima tahun lamanya, dan yang membuat kita kembali bersama adalah dimana dulu kita sering menghabiskan waktu bersama, menciptakan momen. Membuat hari kita menyenangkan. Dan, Aku rindu akan itu, rindu saat kau dan Jeon mengejek ku sampai menangis. Rindu saat kalian sengaja menghilangkan penghapusku bahkan kalian akan sering mengambil pensil ku jika aku tidak mau ikut kalian."

Benar, Hana benar akan itu dan Taehyung juga merindukan itu. Masa lalu yang indah tidak akan pernah bisa diputar lagi di masa yang datang. Semua sudah terlewati oleh jutaan kenangan yang hanya menjadi sebuah kisah.

Betapa beruntung pada saat itu bisa merasakan yang namanya kebahagiaan. Berkumpul bersama sahabat dan menghabiskan banyak waktu di rumah pohon. Tidak lupa menempeli foto mereka di mading yang sudah mereka siapkan sendiri. Semua itu begitu manis dan sangat di rindukan. Seandainya bisa, maka ingin sekali kembali ke masa lalu dimana hanya ada kebahagiaan juga sikap polos pada diri. Dan sekarang, waktu sudah menjawab semuanya bahwa apa yang sudah terlewati memang menjadi kenangan manis yang tidak akan dapat terlupakan begitu saja.

"Bagaimana ya nanti? Jika kita sudah menikah? Apa kita akan berpisah dan tidak akan bertemu lagi?" Pelan Hana memalingkan wajahnya menatap Taehyung yang juga menatapnya.

Entah kenapa hati begitu tidak rela untuk berpisah, terlalu kelu untuk mengatakan bahwa seandainya bisa mereka akan terus bersama saja.

"Kita akan tetap bertemu," sahut Taehyung.

"Dan aku sangat berharap, bahwa jodoh memang mempersatukan."

***
Bersambung 8:25
Senen 21 Februari 2022

Endless Love (M)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang