Bab 10 Dunia Ini Bukan Untukku

7.6K 1K 231
                                    

Mowwninggg, karena kalau pagi sinyalnya lancar jaya jadi saya up pagi² aja. Selamat sarapan 🥰🥰🥰

Selamat membaca

22092021

=============================================

“Memangnya kenapa kalau aku sering ke luar negeri? Kenapa emang kalau aku tinggal jauhan dari orang tua? Dari kemarin aku ngadap sana sini sampai hari ini, semua underestimated sama pekerjaanku! Pramugari itu bukan pekerjaan nista, justru berat! Kenapa semua anggap aku itu jual diri sih!”

“Kenapa sih harus ngadep sana sini? Nikah kok ribet macam ini! Mau nikah sama tentara kok berasa mau masuk ke sekte apa gitu? Banyak syarat, surat, dan izan-izin. Muak aku, Kak! Muak!”

Setidaknya dua keluhan panjang bernada omelan itu meluncur pahit dari mulut masamku. Sumpah kalau berani, bisa saja aku menyumpahserapahi siapa gitu. Sayangnya, aku masih membawa nama baik Papa dan diriku sendiri. Oh iya, nama baik RIBI! Demi apa aku harus memikirkan nasibnya juga hei. Dia saja hanya diam sembari menatapku gamang. Saat aku baru saja selesai menjalani rikes aneh dan duduk layu di depan Denkes, dia cuma diam. Jangankan menghibur, dia justru enggan buka mulut.

“Memang gitu nikah sama tentara,” komennya pendek.

“Kenapa juga aku harus nikah sama Anda?” sulutku emosi.

Ribi membuang tatapan matanya ke arah lain lalu berkacak pinggang sok galak. “Bukannya sudah jelas kenapa?” tanggapnya dingin.

“Kita batalin aja, Kak! Kumohon …,” pintaku mulai gila.

“Terus kamu mau lihat saya tunda pangkat?”

“Lha kok …,” gumamku bingung.

“Itu sanksi di satuanku karena gagalin pengajuan. Tandanya aku gagal pilih calon istri!” ceplosnya sedikit menaikkan suara.

“Kamu paham nggak sih arti pengajuan nikah bagi saya?” Ribi menatapku setengah mendelik. Nggak ada hati memang ini manusia balok.

“Nikah bukan cuma menjabat tangan Papamu di depan penghulu, tapi juga memasukkanmu sebagai bagian dari negara ini. Sama seperti saya, semua darimu harus diuji! Tahu kenapa kamu disuruh litsus menjawab banyak pertanyaan anak sekolahan, itu untuk menguji wawasan kebangsaanmu! Tahu kenapa dokter bertanya hal sepribadi itu, supaya tahu kamu wanita baik-baik saja atau bukan! Kalau wanita baik-baik setidaknya kamu nggak akan bikin masalah saat kita jauhan. Istri tentara itu harus siap LDR!” Ribi mengomel panjang lebar dan baru kali ini aku mendengar suara panjangnya. Seriusan manusia sehening dia bisa kok mengomel sepanjang cacing pita.

“Setelah menikah dengan saya banyak yang akan kamu dapatkan. Kamu akan menyandang nama saya, kehormatan saya, kamu dapat tunjangan istri 10% dari gaji pokok saya, kamu mendapat tunjangan kinerja saya, tinggal di asrama, pernikahanmu terjamin karena saya hanya boleh punya satu istri. Bahkan, nasibmu tetap akan terjamin jika saya gugur dalam tugas! Sebanding dengan perjuangan nikah ini, ‘kan?” lanjutnya setelah mengambil napas panjang.

Omelan panjang Ribi yang bercampur dengan deru kendaraan ramai di jalan Panglima Sudirman merasuk sempurna ke dalam otakku. Membuatku terhenyak untuk beberapa menit. Jadi, nikah sama dia bakalan seperti itu? Ada satu poin yang kusukai, dia nggak bakalan poligami. Bagus sih kalau yang itu.

“Karena kami cuma diizinkan punya 1 istri, maka wanita yang kami ajak pengajuan adalah wanita yang terpilih. Meski bukan yang tercantik, terbaik, dan terpandai, tapi dia adalah yang terbaik bagi kami,” kata Ribi serius. Matanya tak lepas dari wajahku yang masih melongo.

“Jadi, aku wanita terpilih itu …,” gumamku kosong sembari menunjuk hidung lancip ini.

“Dengan perjodohan!” timpal Ribi lalu melengos ke arah lain. Sepertinya dia juga mulai muak dengan pengajuan ini.

“Terdengar sangat indah, tapi kok semu, ya? Kita tidak seharusnya menikah, Kak,” ucapku sedih.

“Jangan panggil saya ‘kak’!”

“Kenapa sih? Apa karena aku nggak pantas sama Anda? Karena aku nggak secantik Bintang?” debatku mulai kesal. Kesedihanku menguap jadi amarah. Berdebat di depan Denkes adalah jalan ninjaku. Dodol!

“Saya nggak biasa dipanggil gitu sama orang asing. Bagi saya kamu itu masih orang asing,” jawabnya gamblang. Jangan ditanya hatiku gimana, udah nangis gulung-gulung di lapangan Rampal sana.

Menikah dengan Es Balok (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang