Bab 15 Tentang Es Balok yang Dikasih Napas

8.9K 1K 267
                                    

Halooo, sedikit bocoran yaa.
Sal memang mau kabur, tapiii untuk ke sananya kudu di-mbulet²in dulu biar dramatis wkwk.

Selamat membaca dan jaga kesehatan yaaa🙏🙏🙏😌😌😌😌
===================================

Kalau mau tahu sisi lain seseorang, bukalah media sosialnya. Kalau mau menghabiskan waktu lebih cepat, buka HP dan mainkan apa saja. Berhubung aku ingin menghabiskan waktu lebih cepat dengan menyelidiki orang lain, jadinya aku membuka media sosial Es Balok dengan mengutak-atik HP di depan kamar. Jongkok tak jadi soal karena sumpah, aku malas sekali sekamar berbagi oksigen dengan manusia itu.

Dia itu serem, Guys! Sorot matanya kayak Sumanto, kanibal itu. Caranya memandangku bak akan menerkam dalam hitungan detik, dingin tajam. Kayaknya piranha kalah ganas sama dia. Maka dari itu, aku mau selayang pandang dengan membuka-buka Instagramnya – yang kutemukan dari iseng mengetik nama lengkapnya. Karena dia makhluk membosankan, nama akun IG-nya pakai nama lengkap “Iqbal Al-Magribi”. Udah gitu doang.

Sederhana, dalam artian minim informasi tentangnya. Nggak di-private, fotonya cuma lima. Nggak jelas semua malah. Apaan isinya cuma foto lapangan hijau dengan ban-ban yang menempel bukit. Ada juga foto jembatan Brantas di daerah Kampung Tridi itu dan yang cukup aneh, ada foto jalanan dengan efek blur. Pualing uaneh adalah para pengikutnya, foto-foto nggak jelas itu dapat 5000 love. Halah, palingan akun fake.

“Ckck,” aku berdecak remeh mencibir hasil tangan Ribi ini. Kalau nggak niat punya IG ngapain bikin akun, ya, nggak? “Bener-bener membosankan nih orang! Di zaman di mana tentara itu eksis-eksis, dia malah mirip manusia gua.”

“Ngapain kamu ngomong sendiri?” buyar suara dingin milik manusia es yang membuatku menoleh ragu. “Ngapain kamu di depan kamar? Masuk!” suruhnya kemudian dengan judes.

“Nggak mau, aku mau ke resepsionis lagi. Mesen kamar lagi. Ogah!” tolakku angkuh.

Ribi menghela napas panjang lalu memasang sikap favoritnya, berkacak pinggang setengah mendelik. “Kamu nggak denger tadi si Mbak bilang full booked?”

“Enggak,” aku menggeleng polos. “Makanya aku mau pastikan lagi. Ogah sevila sama Anda, Pak!” tegasku ngeyel.

“Terserah, tapi itu nanti!” seret Ribi memegang tanganku kuat.

Tenaga pramugariku yang terlatih dengan puluhan kali menutup pintu Airbus tetap kalah dengan tenaga tentaranya yang gagah perkasa. Yaps, doi sudah biasa memegang senjata yang berat sambil bawa ransel berat. Aku udah paham kali kehidupan tentara itu seperti apa, di mana olahraga fisik adalah lalapan sehari-hari mereka.

Setelah menyeretku masuk ke ruang tamu kecil vila bernuansa kayu nan asri ini, Ribi lalu mendudukkanku ke sofa empuk. Dipandangnya aku judes seolah memakuku di satu titik. Karena malas membuat keributan, aku menurut dengan diam dan menunggu kelengahannya. Pria es itu kemudian menyambar sebotol air mineral, dibuka segelnya dengan sadis, dan digelontorkan masuk ke kerongkongannya dengan kasar. Sungguh, sebuah aksi yang bengis pada botol air mineral.

“Katamu kita harus terbiasa menikmati pernikahan ini. Jangan tipu kamu!” tunjuknya keji pada wajah imut-imut yang kutegar-tegarkan. Sumpah Guys, aku pengen kabur, doh!

“Aku nggak nipu. Cuma, kalau ada kesempatan menjauh kenapa nggak? Pada intinya, aku ogah seatap sekamar seruangan berdua dengan Anda!” jawabku sengit.

“Oke, saya mulai memikirkan kata-katamu tadi. Mulai detik ini, saya akan berusaha menikmati pernikahan kita. Mungkin kita bisa jadi rekan – atasan dan bawahan,” ocehnya masih saja membahas hierarki.

Menikah dengan Es Balok (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang