Bab 57 See You Soon, My Son

8.4K 915 73
                                    

Part 57 of 59

Siapkan hati untuk berpisah dengan mereka 😌
#####

Saat seorang bayi lahir, kedua orang tuanya pun lahir menjadi sosok yang baru. Berubah dari suami istri ke papa mama itu tidak mudah dan butuh proses. Terkadang hati belum siap dengan perubahan tubuh, sehingga yang ada nangis di pojokan. Namun, saat sudah menikmatinya, waktu akan berlari secepat bintang jatuh. Kayak baru kemarin begini, lhakok sekarang sudah begitu. Seperti yang kualami saat ini.

Awal-awal memiliki Air, semua masih seperti mimpi. Nggak kaget karena memiliki bapaknya Air juga bagaikan mimpi indah bagiku. Nggak nyangka di ujung umur 24 tahunku ini, aku sudah bersuami dan beranak. Kehadiran mereka menyelamatkanku dari serbuan pertanyaan, "Kapan nikah? Kapan hamil?". Setidaknya itu melegakan, ya!

Nah, seperti yang kubilang tadi, waktu yang kunikmati ini berlari cepat sekali. Kayak baru kemarin Air masih ditimang-timang di tangan, sekarang sudah duduk sendiri. Bahkan, dia sudah merangkak ke sana-sini semenjak berusia 7 bulan. Agaknya Air ikut kelas akselerasi dalam sekolah tumbang alias tumbuh kembang. Lelaki kecilku ingin cepat dewasa. Mungkin karena dia tahu kalau papanya butuh teman ngobrol saat mamanya sibuk bekerja.

Yah, sejenak lagi aku akan kembali ke dunia pekerjaan. Seperti mimpi buruk, saat Air sudah tertatih-tatih dalam langkahnya, aku akan segera berjalan meninggalkannya. Usianya sudah 1 tahun, awal Desember kemarin dan seminggu lagi aku akan ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan pramugari. Kegiatan untuk mempersiapkan diriku kembali terbang di langit negeri ini.

Oh boy, apa semua persiapanku sudah cukup? Stok ASIP beku sudah cukup, aku juga akan terus memompa susu demi Air. Stok bahan MPASI Air juga sudah cukup di freezer. Papa Ribi hanya tinggal mengikuti instruksiku dalam menyajikan makanan untuk putranya. Mbok Nikmah juga udah pinter kok, plus Air udah kenal banget sama pengasuh emaknya sejak kecil itu. Intinya, persiapan keberlangsungan hidup Air sudah bagus.

Yang belum siap adalah hatiku yang maju dan mundur. Kangen langit, tapi nggak mau ninggalin Air. Menghayal sekale kalau aku kerja sambil bawa anak. Dikira pesawat itu wahana rekreasi? Ya tapi gimana, aku nggak siap ninggalin anak. Namun, mengingat pentingnya pekerjaan ini, lebih baik belajar merelakan. Apalagi didukung oleh Kangmas Ribi yang tak pernah menghakimiku sampai detik ini.

Beruntungnya aku punya suami macam Ribi. Semakin hari kecuekannya terkikis dengan rasa perhatian. Dia bukan lagi pria kaku dan membosankan, tapi seorang papa yang sabar dan telaten. Kupikir, Ribi yang paling waras menghadapi tingkah Air yang makin ajaib dari hari ke hari. Maklum hobinya sudah lari-larian meski masih mirip zombie. Ribi cuma tersenyum kalem sembari menguatkan anaknya saat Air nyungsep ke kubangan depan rumah, padahal aku sudah histeris sampai lemas.

Kata Mama, pengasuhan antara seorang papa dan mama itu pasti beda. Kalau papa membentuk anaknya jadi kuat dan tegar, kalau mama lebih main perasaan. Ya, jadilah Air, perpaduan indah kami berdua. Kadang nekat, kadang nangisan. Kalau tingkat kesakitannya udah di ambang level baru deh nangis, nggak dikit-dikit oek. Kecuali kalau aku heboh duluan, dia baru deh nangis karena takut teriakanku. Nice, karakter bocil yang kukagumi diam-diam.

Bagaimana soal makan? Tidak jadi masalah, karena dia pemakan segala. Ya mau susah makan itu nurun siapa, bapak ibunya aja serupa blackhole. Semua makanan masuk tanpa mikir. Mau itu jus buah naga campur sereal bayi, Air malah suka. Dimasakin mi bayi dicampur bayam dan telur, dia amat lahap. Di usia setahun, dia sudah jarang makan bubur fortivikasi, paling suka nasi tim. Beruntungnya, dia punya papa macam Ribi yang pandai masak aneka rupa jenis makanan manusia.

Bagaimana rasanya jauhan sama Ribi lagi, setelah hampir dua tahun aku di rumah? Aku sudah terbiasa jadi ibu rumah tangga meski belum pandai memasak juga. Dapur sudah jadi tempat kesukaanku meski baru bisa bedakan lengkuas dan jahe. Yaps, aku mulai suka megang sapu dan apron dibandingkan megang instrument keselamatan. Kok mendadak galau gini mengingat aku sangat suka sembunyi di belakang pintu saat Ribi pulang dinas dan mengejutkannya. Telah terbiasa mendapati wajahnya yang dikaget-kagetkan lantas mengecupku lengket.

Menikah dengan Es Balok (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang