Bab 38 Kejutan untuk Kamu

7.6K 972 128
                                    

Halo, Temans. Saya terlambat hadir, ya? Hehehe, maaf, yaaa. Maaf juga untuk keterlambatan membalas komentar-komentar Kalian. Sedang di fase maless ngapa-ngapain. InsyaAllah malam ini saya unggah 2 Bab, sebagai ganti saya mau libur seminggu. Saya butuh waktu untuk menyelesaikan tulisan ini dengan fokus dan konsentrasi tinggi. Cucurly, kalau sambi unggah fokus saya ambyar. Jadi, sepertinya butuh melipir untuk menyelesaikannya dengan baik.


Harap dimengerti, okay? :)


Note: Ini editan kasar, ya. Asli dari versi pertama yang saya ketik dari PC ini. Hwehe. Kebetulan ini laptop kentang sedang terhubung dengan internet. Jadi, belum sempat saya edit teliti. Mohon maaf kalau kurang rapi. 

Terima kasih. :)

121121

Selamat Hari Ayah.

***************************************************


Pada suatu ketika, Salwabulan pernah mengutuk dalam kekesalannya. Semoga suatu hari Ribi kangen Bulan sampai nangis-nangis. Semoga suatu saat yang Ribi butuhkan cuma Bulan, kata yang Ribi ucapkan cuma "i love you". Tampaknya itu menjadi kenyataan sekarang di mana seorang Ribi Es Balok berubah menjadi sad boy, pria sedih. Perdana dalam hidupnya merenung sendiri, menunduk memandangi wajah sang istri di layar ponsel dengan mata murung. Dia hanya sedang merindukan Bulan, sangat.

Sore ini, dia kira akan bertemu dengan kekasih halalnya itu. Nyatanya semua hanya tinggal rencana saat Bulan berkabar buruk, kabar yang mengecewakan keduanya. Pesawat yang seharusnya membawa Bulan kembali ke Surabaya harus return to base karena kerusakan pada mesin. Entah kapan Bulan akan pulang, tidak mungkin nanti malam karena wanita itu harus memberikan banyak keterangan pada pihak terkait.

Ribi membuang napas beratnya ke udara panas Juanda. Memandangi suasana sekitar yang ramai, tapi tidak dengan hatinya yang sepi. Dia ingin marah dan kesal, tapi kepada siapa dan apa? Pesawat yang rusak itu atau mungkin kepada Bulan yang saat ini mungkin terdiam kecewa? Masih untung pesawat bisa kembali dengan utuh dan selamat, Bulan dan Ribi seharusnya bersyukur saja. Hanya rindu yang membuat keduanya tersiksa.

Bisa dimengerti, namanya juga pengantin baru yang sedang kasmaran. Keduanya tak pernah punya waktu berkualitas yang panjang dan banyak. Baru saja bertemu, ibarat rindunya masih 98%, sudah harus berpisah lagi. Tak cuma sehari dua hari, berhari-hari. Kadang keduanya terlibat situasi panas, debat ringan akibat kangen yang nggak kesampaian.

"Bulan nggak jadi pulang?" sentak sebuah suara yang membuat Ribi mendongak. Dengan terus melipat tangan ke dada, pria wangi itu kembali melengos ke arah lain. Mungkin karena wanita yang berusaha mengajaknya bicara itu bukan seseorang yang disukainya.

Dialah Bintang Kecil di Langit yang Buram. Benar sekali, kakak ipar yang tak dianggapnya itu memang sedang ada di Juanda. Dia tak sendiri, melainkan bersama sang Mama yang merupakan mama mertua Ribi. Sore ini, Ribi tak cuma hendak menjemput Bulan. Namun, sekaligus juga membarengi mama mertua dan kakak ipar yang akan terbang ke Jakarta dalam rangka berobat. Bintang akan mendapat perawatan dari sebuah rumah sakit besar di Jakarta.

Bintang mengibaskan rambut sebahunya sembari mendongak ke langit-langit bandara. Matanya berubah kesal karena pria sombong di depannya itu selalu dan masih jual mahal. "Sombong banget sih, masih nggak anggap aku kakak ipar rupanya!" celetuknya lagi yang cuma dianggurin Ribi. Maklum di mata Ribi, Bintang laksana bungkus permen di tepi jalan.

Namun, si Tinggi Hati yang menjelma jadi Bintang Dicuekin itu tak menyerah. Bintang duduk di kursi beton bersebelahan dengan Ribi. Berusaha mengajak si Dingin bicara meski tak dianggap. Mantan calon suami istri itu tak bisa jadi teman rupanya. "Meski kamu nggak mau jawab, kurasa itu bener. Ya memang gitulah risiko nikah sama awak kabin kayak kami. Kerjaan nggak tentu, pesawat kadang suka nggak terduga," celotehnya santai yang lagi-lagi cuma dilepeh Ribi dengan sebuah pelengosan cuek.

Menikah dengan Es Balok (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang