Haii...
Dah gitu aja 🥰
====Gelak tawa terdengar samar dari balik ruang kecil bernama galley itu. Berasal dari tiga awak kabin yang sedang ferry flight dari Hongkong ke Surabaya. Salwabulan, Helen, dan Ina tergelak riang mungkin karena penerbangan ini tanpa membawa penumpang. Meski waktu telah menapaki pukul 23 waktu setempat, mereka tetap seru bahas ini dan itu.
Galley alias dapur pesawat memang tempat yang seru untuk beragam aktivitas. Ada yang makan, nyolong tidur lima menit sepuluh menit, ngobrolin pilot atau cockpit crew ganteng, tukar pengalaman ngadepin penumpang, ngomongin makanan katering, dan ada juga yang menggalau sendiri. Khusus Bulan, malam ini dia tak ingin menggalau memikirkan rindu. Sebab sepanjang hari dia telah melakukannya – merindu pada suami tercinta yang bertugas di ujung Indonesia sana.
Lebih baik dia mendengar cerita seru Mbak Ina, yang paling senior di antara mereka, tentang hotel angker; pesawat angker; dan cerita mistis lainnya. Sudah jadi rahasia umum kalau setiap cabin crew selalu mengalami pengalaman mistis. Meskipun yang lebih horor itu ditagih utang atau keranjang Shopee yang nggak kunjung di-checkout. Namun, lama kelamaan mereka merinding sendiri, apalagi jarum jam makin menanjak.
"Dahlah, makan aja yuk!" Ina sepakat mengeluarkan cadangan makanan kru dari microwave, pasta udang dan nasi goreng ayam. "Siapa mau?" tawarnya pada kedua adik manis itu, Bulan dan Helen.
"Mau tidur aja, Mbak!" putus Helen sembari melirik arloji di tangannya. Memang sudah gilirannya tidur, bergantian dengan Voni yang baru bangun dari tempat istirahat kru di zona A.
Ina yang bagian pengaturan jadwal hanya mengangguk maklum. "Kamu bisa tidur dengan perut kosong, Dik?" tahannya yang membuat Helen menoleh.
"Mbak, timbangan geser ke kanan itu lebih horor dari cerita Mbak barusan." Helen mengendikkan bahu ngeri sembari berlalu.
Ina hanya mesem sembari melirik Bulan yang terlihat letih. Padahal dia sudah dapat jatah tidur, tapi masih saja kelihatan lelah. Mungkin karena penghujung tahun musimnya penerbangan selalu full, membuat juniornya itu semakin sibuk dan lelah. Sepakat, Ina memanggil lembut junior yang pernah sepengalaman pahit dengannya itu. "Dik, makan nggak?"
Bulan mendongak dan memandang linglung. "Eng ... terima kasih, Mbak. Mohon maaf seharusnya aku yang nawarin. Mbak mau dipanasin apa?" Bulan gegas berdiri mendekati Ina dan microwave. Dia juga beralih ke tas kecil miliknya, tempat para mi instan berbagai rasa ngendon manja. Mungkin mi lebih menarik untuk dimakan daripada makanan kru, mulai bosan. "Mbak, mau ngemi aja nggak?" tawar Bulan tidak fokus.
"Lah, ini ada pasta. Mi bikin gendut," kata Ina yang membuat Bulan meringis. "Oh iya, kamu nggak bisa gemuk, ya, Dik! Iri deh sama kamu."
"Iya sih, Mbak. Tapi di-bully mertua terus katanya nggak bahagia." Bulan manyun imut dan membuat Ina tergelak gemas. Pramugari senior itu paling senang kalau satu set dengan Bulan karena anaknya gemesin dan gampang diatur.
"Akhir tahun nggak ambil cuti lagi, Dik?" alih Ina yang pada akhirnya minta Indomie rebus pada Bulan. Bulan yang sedang sibuk meracik mangkok untuk masak mi di microwave hanya menoleh sedikit lalu sibuk lagi. Masak Indomie di pesawat? Bisa kok.
"Eng ... nanti saja, Mbak. Kayaknya mending aku terbang aja," jawab Bulan menahan rasa aneh di perutnya. Dari kemarin perutnya tak bersahabat, bak ada angin topan yang bergemuruh. Mual.
Beberapa saat kemudian, sajian sudah matang. Gegas dia berjalan lagi ke jumpseat dan memakai sabuk pengaman setelah memberikan pasta udang. Bulan sendiri sudah memegang mangkok Indomie rasa ketinggian 41.000 kaki dengan tenang. Pesawat memang masih cruising, jadi kondisi cukup tenang untuk sekedar makan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Es Balok (TAMAT)
RomanceRated: 21+ Please, yang di bawah umur itu jangan baca! Jangan nekat! Saya tdk bertanggung jawab atas risiko yang timbul di kemudian hari. Source Pic Cover: Pinterest Edit by Canva Design by Nayla Salmonella Cover #2 By Kak Niaratika DILARANG PLAGIA...