Bab 16 Summer for Falling in Love

9.7K 1.1K 630
                                    

Wakkk dari judulnya aja udah vanasssss....

Wissss met baca aja, kesuwenn alias kelamaan 🥰🥰😌😌😌😂😂😂😂😂

===============================

Iqbal Darmawan Al-Magribi POV

Aku setuju bahwa mata yang sedang menangis itu yang tercantik. Semenjak bertemu denganku, mata indahnya seringkali berlinang air. Mata bulat bak boneka yang membuatku tertarik untuk menyimpannya dalam hati. Dia gadis yang cantik saat menangis. Anggaplah aku memang abnormal karena terus membuat sikap menyakitinya.

Memang aku sudah gila saat memotretnya diam-diam. Dua kali. Saat dia menangis sesenggukan setelah rikes di denkes dan saat dia ketiduran dalam perjalanan pulang dari Surabaya. Anggap saja khilaf, makhluk ini hanya terlalu cantik.

Kukira wanita itu bak brankas dengan jutaan kode memusingkan. Ternyata wanita yang kutemui kali ini tidak. Sal adalah sosok sederhana. Dia akan menangis jika sedih. Tertawa jika bahagia. Bebas bergerak ke mana saja, lincah seperti bunga kecil di tepi jalan. Dia bebas mau berbicara apa, beda sepertiku yang selalu berpikir seribu kali. Careless, sangat menggemaskan.

Aku hanya tak pandai menghadapi wanita. Aku suka suaranya, karena itu aku senang mengganggunya. Tampaknya dia menanggapi kejudesanku dengan cara yang imut. Lama-lama gemas sendiri, menghentak tanah dengan kedua kaki jenjang mungilnya. Menangis lagi dalam balutan seragam hijau pupus, kebanggaan istri prajurit. Sebentar lagi, dia akan menjadi kekasih halalku.

Malam itu, kudengar dia kembali menangis. Dari balik kaca ruang kerja papanya, dia bertengkar dengan kakak semata wayangnya. Bintang mendadak datang dan mengacaukan midodareni kami. Sangat tidak beradab, tampilan yang sempurna nyatanya berhati busuk. Selain melukai si Mata Cantik, dia juga melukai harga diriku sebagai laki-laki.

Saat aku jadi pramugari maskapai nasional, grade-ku jauh di atasmu! Aku unggul dibandingmu, dan aku bangga. Kamu cuma kecoak tengik, Bulan! Kamu serakah!”

Gilanya, darahku ikut mendidih saat itu. Bagaimana bisa seorang kakak berkata seperti itu pada adik kandungnya? Bintang benar-benar kejam. Sungguh, saat itu aku ingin sekali menyokong Sal sampai sukses. Takkan kupupus impiannya sampai bisa menyaingi Bintang. Sal pantas bahagia dan aku akan membuat Bintang iri padanya. Boleh dibilang gila, aku ingin membantu Sal bahagia.

Bintang, tapi kelakuan mirip tanah kubangan. Beraninya kabur dan menjebak adik semata wayangnya. Meski sebenarnya aku bersyukur bahwa Sal yang menjadi jodohku saat ini. Sal memang susah diatur, tapi dia berbakti pada kedua orang tuanya. Tak segan dia mencium santun punggung tanganku meski hobi kami adalah bertengkar. Dia masih bisa menghormatiku, kadang.

Waktu memang telah membuktikan bahwa Sal adalah jodohku. Kami melalui banyak tantangan sebelum menikah. Pengajuan itu tidak semudah pengucapannya. Setumpuk berkas dan menghadap sana-sini sudah menguras emosi dan tenaga kami. Seringkali dia menangis sedih dan lelah, pun denganku. Bedanya, aku memendam semua dalam diam. Tak biasa menampakkan perasaan pada orang lain, termasuk istriku, Salwabulan.

Senangnya aku memanggil nama itu, “Sal”. Singkat dan manis.

Pemilik suara manja dan imut itu memang keras kepala. Tak segan dia bertengkar mendebatku, membantahku, melawanku. Kediaman sikapku tak membuatnya gentar dan takut. Pernah aku bertanya, takutkah dia denganku. Jawabannya hanya gelengan polos. Memang dia cocok jadi penakluk udara yang tangguh. Aku salut pada keberaniannya menantang risiko pekerjaannya itu.

Dia tak punya gentar meski harus bersitegang denganku. Sore ini bahkan kami bertengkar lagi yang berujung pada terkuncinya Bulan di luar vila. Emosiku memuncak hanya karena Bulan memanggilku “Es Balok”. Memang dia kira aku ini barang apa? Sembarangan saja menamai orang!

Menikah dengan Es Balok (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang