Bab 58 Keputusan Berat Mama Muda

7.8K 855 58
                                    

Bagian 58 dari 59 Bab.

Enjoy~

Thank you for coming 😭😘
#####

Pagi ini rumah dinas ini sibuk sekali. Ada aku yang semenjak Subuh umek di dapur untuk membuat ganjalan perut. Ada dua, eh, tiga mulut yang perlu diberi makan. Aku, suami, dan anak tercinta. Masakan suami dan aku sudah siap, omelet mi; sosis keju; dan brokoli bawang putih. Untuk si Kecil tidak Mungil adalah nasi tim udang, wortel, dan tofu. Cemplung jadi satu ke slow cooker, tambah bumbu aromatik, gula garam secukupnya, dan unsalted butter.

Hasilnya sadap parah, aku pun bisa membayangkan wajah bocil keenakan setelah suapan pertama. Memang aku pandir kalau disuruh masakin bapaknya, karena bapaknya lebih top dibanding hayati. Namun, kalau urusan perut bocahnya, aku paling ahli. Ya gimana, selama 9 bulan hamil Air aku "kuliah" empat kuadran makanan MPASI lewat buku. Jadi, pas giliran MPASI udah wisuda dan nggak pandir-pandir amat.

Masak done, sekarang saatnya bebersih dapur disambi nunggu Air selesai dimandikan si senior. Entah kenapa bayi itu memilih mandi dengan papanya kalau aku hendak pergi meninggalkannya. Benar sekali, setelah pagi yang sibuk ini akan datang masaku pergi ke dunia kerja. Menyapa langit dan penumpang yang tidak kukenal di atas sana. Jam 6 pagi nanti aku akan berangkat ke Surabaya untuk penerbangan rute Surabaya – Jakarta.

Tersenyum ngenes, karena ini adalah Minggu. Hari yang seharusnya aku santai di rumah, momong Air plus bapaknya, nunggu cucian kering, dan nonton Netflix nyambi nyusuin Air. Namun, apa yang kulakukan, mondar-mandir di dapur dengan seragam kerja. Poni masih di-rol, bibir pucat belum gincuan, dan dengan dua buah dada yang ditempeli alat penyedot. Benar sekali, aku lagi on duty memerah ASI untuk menambah pundi-pundi di dalam freezer.

Stok menipis, Gan! Gegara Air hobi nyusu terus digumohin dan hasil perahanku yang tak begitu banyak. Tidak memaksa keadaan karena penerbanganku amat sibuk. Aku jadi jarang mompa yang berpengaruh pada berkurangnya hasil. Sedikit stres tentu saja. Penumpang selalu full karena rating INA Air yang semakin meroket. Antara disyukuri dan ditangisi, aku masih ingin menyusui Air bagaimana pun caranya!

"Ah, sudahlah!" putusku sambil melepas satu botol yang sudah penuh.

Kesibukan belum selesai karena isi dalam botol harus dipindah ke plastik khusus. Dikeluarkan udaranya perlahan dan zip lock. Dikasih tulisan tanggal dan waktu memerah. Done, baru deh masuk ke freezer. Dikira jadi mommy eping (exclusive pumping) itu gampang? Oh, tidack semudah itu, John!

"Mommy, Air sudah selesai!" Si Papa ganteng mengangsurkan bayi wanginya ke tanganku yang baru santai.

Kuamati sebentar buah cinta kami, ganteng dan rapi. Memakai setelan ala pelaut lengkap dengan topi kapalnya. Warna biru dan putih, mirip pelaut cilik meski bapaknya Angkatan Darat. Baunya segar, morning dew by JJ. Dia melempar senyuman imut padaku dan membuat hatiku meleleh. Bapak Ribi memang pandai kalau disuruh merias dan merawat anak.

"Dia minta nenen," ucap Ribi santai lalu duduk di kursi makan. Tentu saja menikmati omelet saat masih hangat itu sangat menyenangkan. Pria itu pun memulainya setelah dua kocrotan saus pedas dituang ke atas hasil umekku pagi ini.

"Enak." Aku lega mendengar pujian singkatnya. Tentu saja wajah merem melek itu sudah jadi bukti nyata keberhasilanku pagi ini.

"Air mau sarapan ASI dulu?" Kutatap mata Air yang sedang menatapku lekat. Meski tak menjawab atau mengangguk, tapi dia membuka mulutnya untuk memulai proses pelekatan.

"Kalau Air nggak mau biar Papa aja," ceplos Ribi cuek, tapi bikin hatiku berombak. Bisa aja lempar jokes mesum di tengah kunyahan sarapan pagi.

Menikah dengan Es Balok (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang