Bab 5 Bintang Lenyap

7.3K 966 161
                                    

Acara fitting kebaya done! Akhirnya Mama dan Bu Yona mengajak kami bertiga pindah lokasi ke sebuah restoran seafood di kawasan dekat Stasiun Kota Malang. Mama ingat juga kalau ada cacing kelaparan dan perut keroncongan yang perlu diatasi. Syukurlah aku nggak sampai nambah mangkok bakso kedua. Perut apa gentong, gimana nggak lapar lagi kalau acara baru kelar saat sore mendatangi hari.

Pria bernama Ribi yang baru saja membuat hatiku sekarat itu sekarang ada di depanku. Entah kenapa posisi duduknya bisa berhadapan denganku padahal si calon istri ada di sisi yang jauh. Perasaan mereka itu calon pengantin, tapi nggak ada manis-manisnya. Nggak pernah ngobrol untuk sekedar saling kenal atau gimana. Lempeng mirip tatakan gelas.

“Kak Ribi suka makan seafood, ‘kan?” buka Mama sembari membaca menu. Mama lantas menyodorkan kertas menu untuk kutulis. “Bulan tulis pesenan kita, ya!”

“Iya, Ma …,” jawabku lirih dengan terus menyembunyikan wajah. Malu tujuh tanjakan pada pria di depan mata ini. Mana dia memandangku tanpa berkedip, anggap saja kepo dengan tulisanku.

“Suka kok, Tante,” jawab Ribi kalem dengan terus mengarahkan sorot mata bulat kecilnya padaku.

“Ada apa, Ndan?” tanyaku tak berani menaikkan suara. Mau menulis pun rasa gempa, bergetar tangan ini sumpah.

“Ndan? Kok manggil Kak Ribi gitu?” sahut Bu Yona memandangku dan Ribi bergantian. Wajahnya super heran dan membuatku sakit kepala di tempat. Harus dijawab apa dong?

“Disuruh Dant …,” desahku takut-takut.

“Dia maunya manggil gitu, Bu,” potong Balok Es dikasih nyawa itu dengan cepatnya. Tanpa rasa bersalah dia memfitnahku.

“Fitnah!” ceplosku setengah mendelik yang membuat Mama mencolek pinggangku.

“Bulan …,” tegur Mama memilin-milin bibirnya gemas.

Karena dipelototin aku mengkerut. Ngalah demi manusia edan yang kembali mengacau hatiku ini. Dia pakai wajah ganteng datarnya itu untuk memanfaatkanku. Seriusan deh, sejak kapan sih hidup indahku berubah aneh seperti ini? Siapa sih yang suruh dia datang ke hidup kami? Siapa sih yang bawa dia jadi calon suami Bintang? Semua salah Papa dan Mama, huh!

Pait-pait, kualat, Bulan!

Aku pun menyerah, pasrah karena aku manusia lemah sekarang. “Pesan apalagi, Ma?” alihku malas.

“Mama mujair bakar, es jeruk, cah kangkung, dan tambah tahu goreng.” Aku mencatat yang diucap Mama dengan cekatan karena sudah biasa nulis manifes penerbangan.

“Ibu mau nasi goreng seafood yang pedas dan minumnya teh lemon.” Kembali aku mencatat pesanan calon besan Mama dengan cekatan.

“Air putih, ikan panggang nggak pakai garam dan kecap,” pinta Bintang datar. Sudah biasa kalau selera makannya aneh, katanya demi tubuh langsing harus mengurangi asupan natrium. Doamat!

Sekarang tinggal satu manusia, Ribi, karena aku sudah mencatat pesananku yang sama dengan Bu Yona. Nasi goreng seafood pedas. Coba Es Balok ini mau makan apaan? Mungkin ikan mentah lengkap dengan isi perutnya?

“Udang asam manis dan teh manis,” pintanya dingin tanpa menatapku atau apa. Malah fokus ke layar ponsel, sibuk sendiri.

Hem, baguslah dia tidak memperhatikanku. Kesempatan untuk melakukan sesuatu padanya. Evil laugh dan lakukan saja, Bulan!

Udang ndower super pedas (boncabe level 50), begitulah menu yang kutulis ke dalam kertas pesanan. Mengganti pesanan Ribi dengan menu terbaru resto adalah ideku. Done, aku langsung menyerahkannya ke pelayan dan kembali dengan senyum licik. Lihatlah beberapa menit lagi apa yang akan terjadi? Pasti dia menyesal sudah berurusan dengan siapa, ke ke ke.

“Sembari menunggu, gimana kalau kita ngobrol aja. Kayaknya Bintang dan Ribi kok diam-diam aja nih,” ujar Bu Yona membuka percakapan.

Menikah dengan Es Balok (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang