Bab 1 Pria Bersenjata

17.6K 1.2K 236
                                    

Untuk menggoda keantusiasan Temans, saya unggah Bab 1 sebagai teaser. Hweheheeee

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

===================

Hawa dingin kota Malang tak menghentikan kesibukan di lapangan tembak pagi itu. Para tentara yang terlibat dalam latihan rutin tembak pistol tak mengendurkan semangatnya meski sesekali harus menahan gemelatuk di gigi. Tak sengaja menyentuh muka dengan kedua tangan yang membeku lantas tertawa bersama para rekannya. Mengeluh dingin dengan riangnya. Jiwa korsa mereka tak terbantahkan lagi, selalu semangat dalam situasi apa saja.

Termasuk Ribi, panggilan akrab Lettu Inf. Iqbal Darmawan Al-Magribi, 29 tahun, zodiak Aquarius. Pria dengan tinggi mencapai 180 sentimeter dan berat 70 kilogram itu juga telah bersemangat sejak Subuh. Kegiatan menembak pistol adalah kegemarannya sejak masuk ke dunia militer. Mungkin karena dia sangat ingin jadi seorang atlet tembak AD. Sayangnya, dia harus berakhir dengan menjadi Danton 1 Kipan A Yonif 513/Semut Merah. Untung dia selalu menikmatinya, ya, bisa apa?

Ah sudahlah, Ribi tak mau ambil pusing. Dia lekas masuk ke arena tembak dan melakukan persiapan. Sudah fasih, tak perlu diragukan lagi. Dia memakai pelindung kepala, telinga, dan mata. Kemudian dengan cekatan dia memeriksa “istri tuanya” itu. Buatan Pindad bernama FN 46, kaliber 9 mm dan berat 800 gram. Tak begitu berat karena dia sudah biasa menanggung beban hati nan berat. Ah sudahlah.

Ribi memeriksa magazine, sudah terisi amunisi siap letus. Baik, lalu dia mengambil si “istri tua” dengan hati-hati dan menjaga jarinya berada di luar pengaman pelatuk. Lurus dan rata pada sisi pengaman. Dia memegang FN 46 dalam kondisi siap tembak. Beberapa detik dia memantapkan kembali tangan dominannya. Sudah mantap dan tidak perlu menimbang banyak, ini bukan kali pertama dia melakukan hal ini. Right?

Pria berambut rapi cepak itu lalu membuka kedua kakinya selebar bahu dan memastikan posisi badan yang paling nyaman untuk meletuskan pistol. Keseimbangan itu perlu dalam menembak karena hentakan senjata itu tak seenak hentakan musik dangdut. Jangan sampai terpelanting dan melukai diri sendiri. Apalagi sampai membahayakan orang lain. Ingat, moncong senjata tidak mengenali siapa tuannya, ya!

Lettu Ribi kemudian memicingkan satu matanya untuk mensejajarkan pembidik depan dan belakang. Dia menggunakan mata kanan sebagai mata dominan untuk membidik sasaran alias lesan yang berada 25 meter di depannya itu. Detik itulah mulutnya yang tipis itu makin rapat karena otaknya harus penuh konsentrasi. Jangan sampai menembak bagian yang tidak vital dari sasaran, hasilnya bisa tidak maksimal. Memalukan bagi jiwa perfeksionis macam Ribi.

Ribi telah berlatih mengarahkan dan memantapkan senjatanya, serta mengembangkan sebuah gambar bidikan yang baik. Selanjutnya tentu mengisi senjatanya untuk bersiap-siap menembak. Dia mengarahkan laras senjata ke arah bawah untuk keamanan saat mengokangnya. Kebanyakan kecelakaan menembak terjadi saat mengisi atau mengosongkan sebuah pistol. Tentu saja dia sudah hafal di luar kepala, bukan lupa!

Prit! Peluit ditiup pimpinan tembak dan membuat Ribi mengendalikan napasnya lebih tenang dan tertata. Setelah cukup yakin dia melepas pelatuk dengan perlahan dan tak terputus. “Dor!”

Dor!”

Dor!” Tiga kali tembakan berhasil diletuskan Ribi dengan angkuhnya.

Lelaki berwajah semi oriental itu menarik napas panjang setelah berhasil menyelesaikan tiga letusan peluru ke lesan. Pimpinan tembak tersenyum puas karena ketiga tembakan itu mengenai tepat di angka 10. Seperti yang sudah-sudah, tak perlu diragukan kemampuan menembak tentara tampan itu. Akurat dan tepat sasaran.

Menikah dengan Es Balok (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang