Bab 41 Selamat Bertugas, Ndan

7.7K 1K 148
                                    

HAI, TUGASNYA ALHAMDULILLAH SUDAH SELESAI. SEKARANG FOKUS NAMATIN INI, INSYAALLAH. YUKKK BALIK LAGI YUKK KE SINI 😂🤣

TERLAMBAT UPDATE, NGGAK MASALAH. YANG PENTING NONGOL. TERIMA KASIH SUDAH DROP KOMEN YANG  BUANYAK, SAYA BALASNYA RAPEL DEH. INSYAALLAH DIUSAHAKAN MEMBALAS MESKI NGGAK SEMUA YA. POKOKNYA TERIMA KASIH SUDAH BACA.


=========================================================

"Aku tak punya hati untuk mencintai. Benar-benar tak punya hati untuk menyayangi. Karena tlah kau bawa seluruh hatiku. Pergi."

Lagu galau mengiringiku berhias diri sore ini. Jam tiga sore kupatut wajah mungil di depan kaca kamar Kak Ribi. Untuk memoles wajah putih ini dengan perona pipi dan maskara tipis saja. Biar nggak kucel ala ala natural gitulah. Pengennya sih make-up no make-up gitu gimana sih? Konsepku itu biar doi melihat wajah asliku karena lebih sering melihatku full make-up.

Entah kenapa Spotify memutarkan lagu sedih ini untukku sore ini. Apa karena suasana bajuku yang abu-abu atau langit bulan Agustus yang abu-abu mendung sore ini? Sepertinya musim hujan akan segera datang? Biasanya Oktober atau November, betul nggak? Sayang sekali padahal aku sedang bahagia karena mau diajak nge-date beliao.

Mungkin lima atau sepuluh menit lagi dia pulang. Bau-bau badannya mulai kecium sedari tadi. Kayaknya aku cuma halu karena terlalu berharap dia segera pulang. Ternyata di rumah seharian nungguin doi itu enak juga, ya? Nggak terlalu bosan juga. Santai meski galau gegara mikirin makan siang. Untung diselamatkan oleh Bu Rizky yang kasih aku gado-gado Malang pas ke sini tadi.

Yaps, ada untungnya juga aku meminta bu Rizky rapat di rumah. Urusan kebudayaan selesai, begitu pun dengan urusan perutku dan Kak Suami. Yesh, dia nggak jadi pulang cepat karena masih ada pekerjaan. Katanya balik jam tiga, ya udah makanya aku siap-siap. Biar kalau datang, kami tinggal cus. Mantaps.

"Eh, kayak ada suara motor," gumamku lantas melongok dari balik kaca kamar. Benar saja ada kangmas Ribi tercinta yang turun dari motor sembari membawa kresek hitam. Kok bau-baunya makanan sih?

"Assalamualaikum," salamnya sembari membuka pintu depan.

Aku mengendap kecil ke luar kamar sembari memasang wajah seimut mungkin. Tentu saja untuk menyambutnya sekaligus mengajaknya malam mingguan. Hari ini terasa indah dan sempurna rasanya, apalagi saat mencium aroma bakso saat sampai di daun pintu.

"Walaikumsalam. Bawa apaan, Kak? Lho bakso, ya, itu?" tebakku semringah sembari mendekati Ribi yang sedang duduk di sofa dan melepas kaos kaki.

Ribi mengangguk kecil dan menyuruhku mengambil mangkok. Tanpa berpikir, aku langsung berlari ke dapur dan kembali ke hadapan Kak Suami. "Silakan, Kak. Lho kok makan bakso di rumah? Bukannya kita makan di luar? Oh, Kakak mau gado-gado nggak? Tadi dikasih bu Rizky," tawarku ceria. Ribut sendiri seperti petasan tahun baru.

"Boleh, aku butuh makanan yang lebih berat dari bakso. Ini kamu makan aja, Sal!" Ribi mendorong mangkok bakso ke depanku.

Aku menggeleng. "Nggak mau, aku nanti mau makan sushi dan ramen. Ngicip kuahnya aja."

"Eng ... kayaknya kita nggak jadi keluar," ucapnya yang bagaikan letusan meriam di kupingku.

Aku menoleh cepat dan memandangnya penasaran. "Kok bisa? Emang kenapa? Kakak nggak naik piket, 'kan? Aku udah siap lho ini, Kak. Doh, kenapa lagi?" berondongku kacau.

"Sini duduk dulu!" Ribi menarikku duduk di sebelahnya. Tunggu, wajah suamiku tak baik-baik saja. Ada sorot yang aneh dari kedua matanya.

"Ada apa, Kak? Kok begitu wajahnya?" selidikku penuh debar.

Menikah dengan Es Balok (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang