Bab 35 Ada Hujan di Musim Kemarau

8K 1K 169
                                    

Pernah aku berkata saat itu bahwa dunia ini sepertinya tak cocok denganku. Aku cuma bisa menikahi seorang tentara, bukan menjadi istri tentara yang sejati. Aku cuma cocok jadi anaknya tentara, bukan istrinya. Lagi dan lagi aku menista nasib sendiri tatkala semua gerakan senam aerobik tak ada yang benar. Aku tetap tak hafal meski sudah belajar semenjak jam 1 hingga jam 3.

Ya kali apa aku bisa hafal gerakan sebanyak 25 menit hanya dalam waktu dua jam? Aku manusia bukan robot. Bukannya aku nggak mampu, hanya ini bukan bidangku. Coba para ibu itu disuruh memperagakan demo keselamatan penerbangan! Apa tempo gerakan dan instruksi lisan bisa pas? Belum tentu, ‘kan, sedangkan aku sudah jagonya. See, kami cuma beda bidang keahlian saja.

Berulang-ulang aku meminta maaf pada bu Yudha karena tak sengaja menginjak kakinya. Harusnya gerak ke kanan, aku malah ke kiri. Maunya itu asal gerak, apa daya aku ditaruh di depan sendiri. Pertama, aku harus berdiri di line yang sama dengan bu Rinka. Kedua, aku mendapat titah kehormatan untuk memimpin senam. Lawak banget, disuruh kasih contoh di saat aku saja nggak hafal.

Berasa bodor banget nggak sih hidupku ini?

Mungkin karena isi kepalaku sudah letih maksimal. Gimana nggak, aku ngubek buku laporan dari jam 11 sampai jam 1 siang karena berbagai macam kesalahan. Mulai dari kurang huruflah, salah ketik nama oranglah, salah baca nama kegiatanlah. Yang paling parah saat semua sudah bener, aku malah salah tulis tahun di bagian bawah. Terpaksa, ngulang sejak awal.

Kayaknya otak ausku semakin berasap saja. Karena aku masih dapat teguran tatkala kurasa semua sudah beres. Dengan percaya dirinya kutunjukkan hasil kerja kepada bu Rinka selepas aerobik jam 4 sore dan hasilnya … aku ditegur! Kata beliau, aku nggak teliti karena salah tulis bulan. Astaganaga Alibaba, sejak kapan aku nulis bulan Desember di sana? Harusnya ditulis bulan Mei, bulan lalu!

Sudahlah, semua tulangku melunak saat beliau kembali menampar kepercayaan diriku.

Jam setengah lima sore, aku berjalan pulang ke rumah dengan kaki lemas. Wajahku sudah pasti mirip ayam sayur yang kuyu dan berminyak pol. Di samping itu, beban hidupku bertambah satu, yakni disuruh memperbaiki laporan itu dan diserahkan besok. Alangkah rajinnya hidupku, ya? Beban itu bertambah dan mengantre dengan kewajiban memasak makan sore untuk Kangmas Ribi sebentar lagi.

“Ya Tuhan, aku masak apaan?” Kutengadahkan wajah ke atas, menatap langit barat yang sedikit mendung. Tumben ada mendung hujan di musim kemarau, apa sebentar malam bakalan hujan?

Apa Ribi bakalan ngamuk kalau kubuatin mi rasa soto ayam plus cemplungan telur yang tinggal satu itu? Kemarin cuma beli telur empat butir di warung belakang karena kulkas Ribi tak berisi apa-apa. Tiga udah kurebus sebagai sarapan kami tadi pagi, itu pun dia manyun mulu. Disuruh makan kue oleh-oleh dari Mama dan Ibu mertua juga nggak mau. Dasar bapak-bapak rempong, nggak praktis banget jadi orang.

Membuatku semakin lelah, kedua kakiku semakin lemah berjalan dari lapangan voli ke rumah dinas yang jaraknya cuma 300 meter. Tadi memang ditawari bareng sama Bu Ageng – salah satu ibu asrama yang suka pada wajahku – tapi aku nggak mau. Ya gimana, istri Serka Ageng Prabowo itu membawa tiga anak yang masih kecil-kecil, masa harus memboncengku pula? Bukankah itu kasihan?

“Hah, Kak Ribi udah pulang?” gumamku mendadak terbelalak saat motor kesayangan suamik parkir manja di garasi – sebelah Harry yang sekarang lebih sering ngendon di sini. Mendadak semangatku kembali karena ‘charger’ sudah di rumah, bisa isi energi begitu. Namun, yang mengherankan di depan rumah ini ada Avanza hitam terparkir, milik siapa?

Gegas aku berjalan cepat memasuki halaman rumah, melangkah ke teras sembari mengucapkan salam, dan tentu saja dua pasang mata itu langsung menoleh padaku. Ribi dan seorang wanita muda langsung mendongak menatapku, dengan Ribi yang hanya membalas salamku. Aku mendekati kak suami dengan mata bingung seolah bertanya; dia siapa, apa hubungannya denganmu, apa dia salah satu mantanmu, atau dia sedang mengandung anakmu? Brak, semakin ngawur saja aku!

Menikah dengan Es Balok (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang