Bab 52 Déjà vu Sesi Kedua

6.7K 858 95
                                    

Ngedit nyambi gosok baju 😅 maaf kalau ada yang kelewatan salah, ya 🙏

Selamat pagi semoga bahagia dan sehat selalu. Aamiin.
❤️❤️❤️
####

Sepasang suami istri terlihat bercanda di bawah bulan malam yang terlihat malu-malu bersembunyi di balik mendung langit Malang. Namun, senyuman di paras manis Bulan Aurora Salim terlalu cerah untuk disembunyikan. Hatinya bahagia, entah karena menghabiskan waktu berdua bersama suami tercinta atau karena malam ini terlalu nyaman saja.

Menghabiskan waktu berdua dengan makan makanan favorit bersama memang menyenangkan. Mereka ada di teras sebuah mal di pusat kota Malang dengan dua mangkok bakso yang sudah kosong. Sekarang hanya dihabiskan dengan curi-curi pandang setelah perut kenyang, Bulan ke Ribi karena pria itu tetap mengamalkan gaya sikapnya selama ini – cuek. Bulan yang terlihat semringah sekali.

Mungkin karena malam ini Ribi berhasil menjadi miliknya setelah sepanjang siang jadi milik negara. Bagi Bulan mengajak Ribi jalan ke mal hanya untuk sekedar makan itu susah karena pria itu lebih suka ngebakso di tepi jalan atau di dalam lambung Harry. Khusus malam ini pria kaku itu tak menolak demi kebahagiaan sang istri yang mulai pulih sedikit demi sedikit.

"Kamu masih lapar nggak? Mau beli apa lagi?" Ribi mengemasi ponsel dan kunci mobilnya kembali ke dalam tas selempangnya. Sementara itu, Bulan hanya menggeleng.

"Beli camilan terus pulang aja, Kak." Bulan memainkan kedua mata lentiknya. "Tapi satu putaran mal lagi, okay?" Membuat angka satu dengan jarinya.

Ribi mendengkus letih. "Aku beneran nggak suka mal, Sayang ...," ucapnya.

"Please ...," Bulan menampakkan seluruh gigi depan kecilnya itu. Rayuannya kembali meluncur dan sepertinya mulai berhasil.

Ribi menyerah dan menuruti keinginan sang istri. Mungkin akan sangat merepotkan kalau Nduk Bulan ngambek dan nggak mau makan lagi. Apalagi kalau Bulan tiba-tiba pergi kerja, dengan FAC yang sudah kembali ke pelukannya itu. Ribi juga yang susah. Pertama, masih ingin Bulan selalu di rumah. Kedua, ingin Bulan pulih dengan baik sebelum kembali ke dunia kerjanya.

Bapak satu itu hanya pasrah saat ditarik-tarik Bulan ke lantai tiga mal Matos. Tanpa banyak ekspresi meski Bulan menunjuk ini dan itu dengan antusias. Mungkin karena pikiran Ribi melayang ke ucapan sang ibu lusa, kedua orang tua Ribi itu ingin Bulan di rumah saja. Resign dan mulai memikirkan perihal anak. Keguguran kemarin tentu menjadi pukulan bagi kedua keluarga.

Namun, pria wangi itu terlalu tidak tega menambah beban pikiran sang istri.

"Sayang," panggil Ribi pelan saat keduanya sampai di depan pusat perbelanjaan yang ramai. Bulan menoleh dan mengubah matanya menjadi lebih lembut. "Aku boleh bicara nggak?"

"Elah, Kakak! Ini bukan bicara emang? Tumbenan pakai izin, emang biasanya gimana?" sentil Bulan ceriwis.

Ribi menarik napas panjang dan raut wajahnya semakin serius. Dia pun melepas gandengan tangan Bulan dan mengubah tangannya menjadi genggaman. "Maaf kalau terkesan memberatkanmu, kalau Sal mulai memikirkan resign gimana?" tanyanya ragu.

Benar saja, wajah Bulan tampak aneh. Bibirnya melengkung ke atas. "Em ... maksud Kakak, kalau setelah kamu pulih nanti, kita program lagi gimana? Nanti setelah anak kita lahir, Kakak yang akan jaga dan rawat dia?" ralat Ribi lebih hati-hati.

Bulan pun tak menjawab, dia hanya berjalan pelan menuju pembatas kaca dan menatap ke pemandangan lantai dua di bawah. Matanya berembun. "Pasti ibu dan bapak ingin cucu lagi, ya?" bisiknya lesu.

"Sal tidak usah jawab kalau itu susah," ucap Ribi mengikuti badan sang istri. Pun saat melihat Bulan mendongak menatapnya, Ribi kembali berucap, "Lupakan saja!"

Menikah dengan Es Balok (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang