U A | 41

1.5K 139 35
                                    

Hai genggss!!
Sorry banget harusnya tadi malem.
Eh malah ketiduran:)

Happy reading!!

----

Ruang UGD terbuka, terlihat seorang dokter paruh baya bername tag Hendra keluar dari ruangan itu bersama satu perawat di belakangnya.

Sontak, Clara dan yang lain berdiri untuk menanyakan kondisi Arsen sekarang. Dari mereka semua, tak ada yang mau membersihkan diri ataupun mengganti pakaian. Menunggu Arsen jauh lebih penting.

"Bagaimana kondisi teman saya dok?" tanya Keano memulai pembicaraan.

"Pasien mengalami benturan yang cukup keras dikepalanya. Jadi kami sebentar lagi akan melakukan operasi kecil untuk menjahit lukanya. Pasien akan dibawa ke ruang operasi sekarang," jelas Dokter Hendra.

"Lakukan yang terbaik untuk teman saya dok," balas Keano.

"Tentu."

"Terima kasih."

Pintu kembali terbuka, Arsen berada di atas brankar dengan infus yang melekat ditangannya serta tabung oksigen menutup hidung dan mulutnya.

Air mata Clara kembali menetes. Sungguh tak tega melihat keadaan kekasihnya sekarang. Sangat tak berdaya.

Cowok itu dibawa cepat menuju ruang operasi. Semua mengikutinya hingga ruangan itu.

Pintu kembali tertutup.

Tubuh Clara lagi dan lagi melemas, ia terduduk di kursi. Pandangannya kosong, dengan air mata yang terus menetes satu persatu. Disusul Ditya yang duduk di sampingnya untuk menenangkan. Tangan cowok itu mengusap lembut pundak Clara berharap Clara lebih tenang.

Sementara Keano, ia menatap lurus pintu ruang operasi. "Kemarin gue yang ada di dalam sana Ar. Sekarang lo," monolognya.

"Mungkin ini balasan buat Arsen. Kalau dia menyadari," sahut Vian tiba-tiba. Padahal Keano tak mengharapkan sahutan dari Vian.

"Karma emang nyata adanya," timpal Baim.

"Gue nggak ada dendam sama Arsen. Gimanapun juga dia temen gue. Seburuk apapun perlakuan dia ke gue. Dan gue malah seneng dia ngehajar gue kemarin, dengan harapan dia udah bisa mulai tulus sama Clara," ucap Keano panjang lebar. Baim dan Vian masih terdiam memerhatikannya.

"Emang dia pernah labrak orang yang jalan sama mantan-mantannya dulu?" tanya Keano melanjutkan.

Dua temannya itu memutar ingatan dahulu saat Arsen menjalin hubungan dengan cewek yang berbanding balik 100 persen dengan Clara.

Setelah berpikir beberapa detik, mereka kompak menggeleng. "Gue harap dia bisa tulus sama Clara," kata Keano hampir tak terdengar. Namun masih terdengar samar-samar ditelinga Baim.

"Lo nggak suka sama Clara?" sahut Baim memastikan. Sebab dugaannya selama ini, Keano menyimpan rasa pada Clara. Melihatnya yang terus menolong dan membela Clara.

Keano menggeleng. "Clara orang baik, gue nggak tega lihat dia disakitin sama Arsen. Bukan berarti gue suka sama dia," paparnya.

Vian dan Baim mengembuskan nafas lega bersamaan. "Jujur Ken, gue sempet takut kalau lo suka sama Clara dan berusaha buat rebut Clara dari Arsen. Gue takut Zervelos berantakan. Gue nggak bisa bayangin hidup gue tanpa Zervelos," kata Vian serius.

Keano tersenyum tipis. Tipis sekali. "Tenang, gue lebih milih temen daripada pacar."

"Thanks Ken," sahut Baim.

Untuk Arsen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang