U A | 61

1.6K 145 16
                                    

Happy reading!!!!

----

Ia sudah berada di depan gerbang, namun pria paruh baya yang merupakan ayahnya itu mengirimi sebuah pesan. Memberitahu jika mungkin akan sedikit telat, karena ada pekerjaan yang harus cepat diselesaikan.

Clara tak mempermasalahkan hal itu. Lebih baik ia menunggu ayahnya seraya memakan batagor untuk mengganjal perut.

"Bang, batagor satu, pedes, nggak pakai timun," ujar Clara pada si penjual batagor.

"Siap neng, silahkan duduk." Clara mendudukkan badannya di salah satu kursi plastik. Ia membuka handphone untuk sekedar mengisi waktu sambil menunggu pesanannya jadi.

"Clara."

Sontak Clara menoleh ke arah suara kala merasa namanya dipanggil dengan seseorang yang sangat ia kenali suaranya.

Ia hanya melirik tipis ke arah orang itu lalu beranjak dari duduk. "Bang, dibungkus aja, ya," pintanya pada di penjual batagor.

"Oh iya neng." Alhasil penjual itu menggantinya di plastik.

"Ra," panggilnya lagi.

"Ini bang uangnya." Dengan cepat Clara menyodorkan selembar uang sepuluh ribu.

"Makasih neng."

Segera Clara melenggang dari sana tampa mempedulikan pemanggil namanya tadi. Ia berjalan cepat entah kemana. Yang penting ia menghindar dari sosok itu.

"Clara!" Arsen mengejar dan berusaha meraih tangan Clara.

"Clara aku mau ngomong," pinta Araen tersu menerus.

Clara semakin mempercepat ritme langkah kakinya. Kenapa juga ia harus bertemu dengan Arsen. Sungguh menyebalkan.

"Clara!" Akhirnya Arsen berhasil mencekal tangan Clara agar tak bisa berlari.

"Lepas!" Clara menghempasnya kasar. "Jangan pegang gue dengan tangan kotor lo itu!" tekannya.

"Ra.."

"Gue jijik! Bahkan lihat muka lo aja muak!" bentak Clara.

Mata Arsen menyendu. Tanda jika ia sedih dan berada dalam masalah. "Ra, dengerin aku dulu," pintanya memohon.

"Dengerin kalau lo mau punya anak?" sela Clara kesal.

"Ra.. Itu bukan anak aku, aku nggak pernah ngehamilin siapapun, Ra. Tolong percaya sama aku.."

Kini dengan susah payah Clara menahan air matanya luruh. Sungguh sakit melihat wajah Arsen. "Atas dasar apa gue percaya sama lo!"

"Aku nggak sebejat itu, Ra.."

Terdengar suara deru mobil berhenti di dekat mereka. Dengan cekatan Vando turun dari mobil untuk menghampiri dua remaja yang sedang berdebat itu. "Masih berani kamu nunjukin muka!" sentaknya dengan mata melotot.

Vando menarik putrinya agar berdiri di belakangnya. "Dasar laki-laki tak tahu diri!"

"Om, saya mau ngomong sama Clara," mohon Arsen dengan tatapan teduh.

Untuk Arsen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang