U A | 69

1K 99 3
                                    

Hai genggss!!
Selamat datang lagi di cerita UNTUK ARSEN..

Happy readinggg<33

----

"Kemana perginya saudaramu itu?" tanya seorang pria paruh baya pada putranya yang sedang bermain Play Station. Ia terlihat sangat lelas sepulang dari kantor.

"Aku punya saudara?" sahut cowok itu.

"Kevin!" peringat Bagas dengan nada meninggi.

Kevin hanya menghela napasnya kasar. Bagaimanapun juga, ia harus tetap patuh kepada Bagas. Meskipun sudah sangat jengah dengan drama ini.

"Aku juga nggak tahu, Pa. Setelah dia didrop out, aku nggak pernah lihat dia," jawab Kevin lembut. Agar Bagas tak menjadikannya pelampiasan karena lelah sekaligus stress memikirkan Arsen.

Kevin memang sengaja tak memberitahu Bagas jika Arsen diduga telah menghamili seorang gadis. Ada sebuah rencana yang akan ia jalankan nanti

"Sebenarnya kemana anak sialan itu!" geram Bagas.

"Bukannya ini yang Papa mau?" sahut Kevin.

"Argh! Sudah diam kamu! Papa pusing!" sentak Bagas. Lalu ia berjalan menaiki tangga.

Setelah Bagas menghilang dari pandangannya, Kevin menghentakkan kakinya sebal. "Dasar tua bangka! Nggak ngenakin orang lagi nyantai juga! Marah-marah lagi. Darah tinggi mampus lo!"

Pikirannya berputar sejenak. "Tapi warisan harus cair dulu lah. Jangan mampus dulu lo!"

Pandangannya beralih pada Bi Sarti yang membawa nampan dengan secangkir kopi di atasnya. "Eh stop stop!" Kevin menghadang pergerakan asisten rumah tangganya itu.

"Buat Papa kan?" tanyanya seraya menunjuk kopi menggunakan dagu.

"Iya, Den."

"Biar gue aja yang ngantar." Kevin merampas paksa nampan dari tangan Bi Sarti.

"Tapi, Den-"

"Nggak usah tapi-tapian! Jadi pembantu nurut aja sih!" bentak Kevin. Lantas ia meninggalkan Bi Sarti.

Bi Sarti menggeleng-gelengkan kepala sembari ber-istighfar. "Astaghfirullah hal adzim.."

Sementara di lantai dua rumah newah itu, Kevin berjalan malas menuju ruang kerja Bagas. Sebab ia mencari di kamar ternyata tidak ada.

Saat hendak membuka pintu, Kevin mendengar suara Bagas dari dalam yang diduga tengah berbicara melalui telepon.

"Masalahnya kalau Arsen nggak sama saya, warisan nggak akan jatuh ke tangan saya."

"....."

"Soalnya ayah saya ternyata nulis surat wasiat, Arsen yang menerima 80 persen warisan keluarga Leander."

"Masa saya hanya menerima 20 persen?"

"Sedangkan jika Arsen sama saya, nanti Arsen bisa saya bujuk agar mau menandatangani surat penyerahan harta. Jadi saya bisa 100 persen penerima warisan itu."

"....."

"Orang tangan kanan ayah saya tidak bisa dibujuk. Dan ternyata Arsen sudah menandatangani suratnya sebelum ayah saya meninggal. Tanpa memberitahu saya."

"Pokoknya kamu cari Arsen sampai ketemu dan bawa dia ke rumah saya. Setelahnya saya yang urus. Karena ini juga lagi ada masalah di kantor. Laba perusahaan bulan ini menurun."

"Saya minta tolong ke kamu, Fadi."

Bagas menutup teleponnya. Ia mengusap wajahnya frustasi.

Perusahaan yang ia jalankan selama ini memang hasil jerih payahnya sendiri menggunakan modal yang diberikan ayahnya.

Untuk Arsen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang