U A | 58

1.2K 106 15
                                    

Happy reading gengsss

----

Clara menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Ia menutup wajahnya dengan bantal, menangis dalam diam. Sungguh sakit rasanya disakiti oleh orang yang dicintai.

Clara cinta Arsen, tapi juga benci Arsen. Kini ia tak habis pikir bagaimana kedua rasa itu bisa muncul disaat yang sama.

Jujur, Clara masih sulit menerima kenyataan bahwa Arsen dan Kevin dalah saudara. Kedua cowok itu menjadikan Clara mainan. Clara merasa menjadi perempuan paling bodoh di dunia ini.

Ia menangis di belakang orang-orang yang menertawakannya. Tolong keluarkan Clara dari drama ini. Ia sangat lelah. Ia juga lelah harus berpura-pura di depan banyak orang untuk menunjukkan jika dirinya baik-baik saja.

Clara mengusap air matanya kasar. "Bodoh! Kenapa gue nangis?! Gue benci air mata! Gue benci Arsen! Gue benci Kevin!" teriaknya seraya memukuli bantal.

"GUE BODOH!"

Tiba-tiba handphonenya berdering, menandakan ada telefon masuk. Clara duduk, lalu mengusap air matanya hingga bersih. Sudah cukup air matanya keluar hanya untuk menangisi cowok berengsek.

"Retta?" gumam Clara kala melihat nama sahabatnya itu terpampang jelas di layar. Ia menggeser tombol hijau.

"Clara!" pekik Retta heboh dari seberang sana. Sontak Clara menjauhkan ponsel dari telinga.

"Apa sih Ret?" tanyanya lesu.

"Lo nggak papa kan? Maksud gue lo baik-baik aja kan? Nggak ada masalah?" cerocos Retta.

"Nggak Retta, kenapa sih?"

"Serius, Ra. Perasaan gue nggak enak, kepikiran lo terus. Serius lo nggak papa kan? Arsen nggak ada macam-macam lagi sama lo kan?"

Mendadak lidah Clara kelu. Seperti yang orang-orang tahu, Clara memang tak bisa berbohong. "Ng-nggak kok, ada-ada aja lo. Orang ini udah malam," alibinya.

"Ya siapa tahu dia datang ke rumah lo bikin rusuh. Arsen kan bar-bar. Baru dia loh, cowok yang nggak takut sama bokap lo. Selama ini anak cowok kelompok ke rumah lo aja nggak mau, takut dipelototin sama bokap lo," kata Retta diakhiri kekehan.

Clara ikut terkekeh, agar Retta tak curiga. "Ya nggak lah Ret. Ngapain juga dia ke sini. Kita kan udah putus," ucapnya melirih diakhir kalimat.

"Heh, Ra! Lo sedih lagi? Jangan dong! Masa putus sama Arsen sedih? Harusnya bahagia! Parah ya, dia itu toxic banget Ra. Beruntung sih lo cepet keluar dari sangkarnya dia," balas Retta.

"Iya Retta baik, gue nggak sedih," ujar Clara.

"Nah gitu dong! Biar nggak sedih, gue bungkusin bakso mau? Ini gue lagi antri bakso. Atau mau nyusul ke sini?" kata Retta.

"Nggak deh, udah malam. Mau tidur gue. Btw, lo sama siapa malam-malam gini beli bakso?"

"Ya sendiri lah! Gue berani. Keano kan masih buta nggak lihat ketulusan gue," ucap Retta.

"Yaelah Retta Retta, ngenes banget lo. Gue cuma bisa do'ain semoga Keano cepet luluh," balas Clara.

"Aaa makasih Clara. Lo terbaik deh."

"Ya udah ya, gue mau tidur."

"Iyaa, sampai ketemu besok. Bye.."

"Iya bye.."

Clara membuang nafas panjang seraya menutup mata sejenak. Lantas ia beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka sebelum tidur. Dengan tujuan matanya tidak terlalu bengkak besok pagi karena menangis.

Untuk Arsen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang