U A | 80

1.3K 116 7
                                    

75 votes completed

seneng bangett kalian antusias baca;D

Ayo semangat vote nyaa, bentar lagi ending inii

okay, happy reading!!

----

"

Duar!"

Clara terlonjak kaget saat orang menyebalkan itu menggebrak mejanya.

"Bukannya ke kantin beli jajan, malah ngelamun di sini!" cibir Ditya. Lantas ia duduk di bangku samping Clara.

Ia meneliti ekspresi wajah Clara. "Kok kayak sedih? Bukannya harusnya bahagia? Arsen udah ketemu, dia juga mau ngobrol sama lo. Meskipun nggak mau sama yang lain. Tapi gue ikut seneng juga, deh," ujarnya.

"Masalah satu selesai, kenapa masalah satu lagi muncul sih, Dit?" sahut Clara lemas.

Ditya mengerutkan keningnya. Raut mukanya berubah menjadi serius. Ia menarik kirsi agar lebih dekat. "Kenapa? Ada apa lagi?" tanyanya berubah serius.

"Arsen bakal berobat ke luar negeri," jawab Clara.

"HAH! Kok gitu!" protes Ditya.

"Iya, gue tahu maksud Om Bagas buat kebaikan Arsen. Tapi– Bukannya gue mau egois, tapi gue nggak mau jauh dari Arsen," kata Clara.

"Arsen udah tahu?" tanya Ditya.

Clara menggeleng pelan. "Belum. Om Bagas nyuruh gue buat bujuk dia mau ke luar negeri. Mungkin gue bisa bujuk dia, tapi nggak sinkron sama hati gue."

"Terus keputusan lo?"

"Gue juga bingung, Dit.. Disatu sisi gue mau dia sembuh, disisi lain gue nggak mau jauh dari dia. Mungkin menurut lo gue egois, tapi mau gimana lagi? Gue bingung.."

"Lo minta pendapat gue nggak?" tanya Ditya. Clara mengangguk saja sebagai jawaban.

"Menurut gue, lo relain dia berobat ke luar negeri. Karena pasti dia nanti balik lagi kan, Ra. Dia balik ke sini dengan keadaan dia udah sembuh. Lo nanti bisa bahagia sama dia. Itu saran gue. Tapi keputusan tetap ada ditangan lo," ucap Ditya.

Clara mencerna sebentar perkataan dari Ditya. Setelah beberapa waktu, ia mengangguk yakin. Sepertinya ia tahu keputusan apa yang harus diambil.

****

"Hallo, Bun. Aku mampir ke Arsen dulu, ya?" izin Clara melelui telepon pada bundanya.

"Iya, nak. Hati-hati, ya," balas Astrid.

"Iya, bun.."

Clara memutuskan sambungan telepon terlebih dahulu. Ia duduk di halte seraya menunggu angkot. Ia berkutik sejenak pada handphonennya. Sekedar menggulir beranda instagram dan melihat story instagram.

Sampai sebuah motor terdengar berhenti tepat di depannya. "Mau nengok Arsen, kan?" tanya orang itu membuat Clara menoleh.

"Keano?" gumamnya.

"Eh iya, mau nengok Arsen," jawabnya menyengir.

"Sini naik," suruh Keano sembari melirik jok belakang motor. Mengisyaratkan Clara untuk naik.

"Nggak usah. Makasih. Naik angkot aja," tolak Clara halus.

"Udahlah, sini naik!" paksa Keano. "Gue juga mau nengok Arsen."

"Aduh, Ken–"

"Masalah Retta?" Keano mmebuang napas kasar. "Nggak usah dipikirin. Dia juga harus bijak. Kita cuma teman, dia harusnya tahu itu. Apalagi dia sahabat lo," lanjutnya.

Untuk Arsen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang