U A | 38

1.3K 126 52
                                    

Happy reading!!!!
Sorry kemalaman. Yang penting up ye kan, hahahhaa

Yuhui selamat membaca!

----

Seorang cewek duduk melamun di kursi makan. Ia sendiri di dalam rumah. Bundanya tadi memberitahu jika sedang pergi keluar kota menemani ayahnya. Sedangkan adiknya, katanya sedang ada tugas kelompok sepulang sekolah.

Otaknya berkelana pada masalah yang akhir-akhir ini menimpa. Arsen, iya, cowok itu adalah pusat masalahnya.

Jika ia mengambil keputusan mempertahankan hubungannya dengan alasan membantu Arsen, yang akan terus merasakan sakit hati adalah dia sendiri.

Tapi jika ia memutuskan hubungannya dengan Arsen, cowok itu yang akan menderita. Ia tak mau melihat seseorag yang ia sayang, ia cinta, menderita. Clara tak bisa.

"Seharusnya dari dulu gue nggak masuk ke kehidupan Arsen. Pasti gue nggak bakal terjebak disituasi kayak gini."

"Gue nggak tahu masalah keluarga Arsen, gue nggak tahu masalah yang dihadapi Arsen. Iya gue naif, gue egois. Gue gak mau hidup gue penuh masalah, gue mau hidup tenang."

"Tapi nggak bisa, udah terlanjur," lirihnya frustasi.

Tok tok tok tok

Sontak Clara menoleh ke arah suara, pintu depan. Ia lupa, kalau Arsen mengatakan bahwa dirinya akan pergi ke rumah Clara.

Dengan hati-hati Clara berjalan mendekat agar tak memunculkan suara. Ia membuka gorden sedikit untuk mengintip siapa yang datang dari jendela.

Astaga, dugaannya benar. Arsen ada di balik pintu itu.

"Gimana nih? Tapi masalah kalau nggak diselesaikan bakalan tambah parah," gumamnya hampir tak mengeluarkan suara.

Clara menghirup udara sebanyak-banyaknya. Menormalkan nafas  menenangkan diri, menormalkan ekspresi, menormalkan emosi.

Tangannya mulai menggenggam gagang pintu. Dengan ragu ia membukanya. Menampilkan Arsen yang masih dengan seragam sekolah, muka lebam, seperti biasa penampilan yang berantakan.

"Sore Ra," sapa Arsen.

Segera, Clara mengalihkan pandangannya. "Di teras aja," sahut Clara. Lalu ia melewati Arsen begitu saja, menuju kursi yang ada di teras.

Disertai senyuman tipis, Arsen menyusul cewek itu dan mendudukkan diri di sampingnya. Ia agak memberi jarak, supaya Clara tak risih. Dan supaya mau ia ajak bicara.

Arsen menatap lekat wajah Clara dari samping. Sementara Clara memandang lurus ke depan, enggan menatap Arsen. "Aku mau minta maaf," cicit Arsen.

"Buat?"

"Semuanya," jawab Arsen cepat.

"Coba kamu hitung, berapa kali kamu minta maaf. Sejak dari awal kita pacaran," ucap Clara datar.

Arsen terdiam. Ia pun tak tahu berapa kali dirinya mengatakan maaf kepada Clara. "Kenapa diam?" sahut Clara.

Clara terkekeh sinis. "Nggak tahu kan? Iya sama. Saking banyaknya kamu minta maaf. Dan selalu aku maafin." Cewek dengan tambut terurai panjang itu menjeda ucapannya. Karena dadanya mulai sesak menahan isak tangis.

Untuk Arsen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang