U A | 60

1.5K 120 18
                                    

Happy reading!!

----

Clara menghela nafas panjang. "Siapa ceweknya?" tanyanya ragu.

"Leva, lo kenal kan?"

Deg

Bagai tertusuk beribu duri, hati Clara sungguh sakit. Bukankah itu adalah cewek yang ia temui di rumah sakit tempo hari. Ketua cheers SMA Erlangga. Arsen memang mendekati Leva. Jadi semua ini benar?

"Leva?"

"Iya."

Clara terdiam, tak tahu harus mengatakan apa. Bukti memang ada nyatanya. Mau mengelakpun tak bisa.

"Kalau mau nangis, nangis aja, Ra," sahut Ditya.

"Kenapa semua orang nganggap gue lemah? Nggak Retta, nggak lo, semua nyuruh gue nangis. Gue nggak selemah itu!" elak Clara. Benar jika hatinya sakit, tapi tak semua bisa diselesaikan dengan menangis. Apalagi di depan orang lain.

Ditya kini sepenuhnya menghadap Clara. "Nggak ada yang nganggap lo lemah. Cuma nahan tangisan itu sakit, Ra. Lebih baik lampiasin aja, biar lega."

"Bilang kalau rekaman CCTV itu editan. Bilang kalau Arsen dijebak. Bilang kalau itu bukan anak Arsen. Cuma itu yang bisa bikin gue lega," ujar Clara menekan.

"Gue bakal bantuin lo lupain Arsen," sahut Ditya dengan satu tarikan nafas.

"Bisa?" Clara menjeda ucapannya untuk menunggu balasan Ditya. Namun cowok itu diam saja. "Lo pikir selama ini gue nggak berusaha lupain dia?" lanjutnya.

"Lo tahu sendiri, betapa bahagianya gue jadi pacarnya Arsen. Dan sekarang lo tahu betapa sakitnya gue harus nerima kenyataan kalau cowok yang gue cintai, yang gue sayang, punya anak dari rahim cewek lain."

Bibir Clara mulai bergetar menahan isak tangis. "Asal lo tahu, meskipun Arsen berengsek, gue selalu berdo'a supaya dia berubah. Gue tetap berharap suatu saat nanti dia datang lagi ke gue dengan versi yang lebih baik. Tapi nyatanya nggak bisa. Dia harus nikah kan sama Leva?" ucap Clara semakin melirih.

"Boleh gue peluk lo?" tanya Ditya. Bukannya mencari kesempatan dalam kesempitan, ia hanya ingin menenangkan Clara.

Clara menggeleng lemah seraya menyeka air mata yang hendak turun. Ia tak boleh menangis. "Nggak, makasih."

"Berarti Arsen bukan yang terbaik buat lo, Ra. Dan gue yakin, ada cowok yang lebih pantas lagi buat milikin lo, dampingin lo selamanya. Gue yakin," ucap Ditya.

"Arsen beneran keluar dari Zervelos?" tanya Clara mengalihkan pembicaraan. Mungkin mencari informasi lebih dari Ditya merupakan keputusan yang tepat. Bagaimanapun juga, tak bisa dibohongi jika dia tetaplah peduli.

"Bukan keluar, dikeluarin lebih tepatnya," jawab Ditya mengoreksi.

"Bang Bryan cuma ngejalanin wewenangnya. Arsen melampaui batas, Ra. Dan nggak bisa ditoleransi. Bisa-bisa image Zervelos jadi buruk gara-gara kelakuan dia. Kita selama ini berjuang supaya Zervelos dapat image baik dari masyarakat. Tapi nyatanya, Arsen sendiri yang berulah," papar Ditya.

Semua itu benar faktanya, Arsen selalu membuat masalah dengan geng motor lain. Mulai dari berebut cewek, hingga Arsen yang emosinya sulut terkontrol. Membuat geng motor lain memanfaatkan itu untuk menjatuhkan Zervelos. Terlebih lagi Arsen adalah wakil ketua.

Drrtt drttt

Dering telepon dari handphone Clara memutuskan pembicaraan mereka. Lagi dan lagi Arsen meneleponnya.

Untuk Arsen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang