U A | 57

1.1K 109 20
                                    

Happy reading!!
Mohon disiapkan hatinya

----

Keano menghempas kasar kerah Arsen. Namun tatapannya masih tajam ke arah wakil Zervelos itu.

"Dan yang perlu lo tahu, lo malu-maluin Zervelos! Apalagi di depan Blackwolf!" tekan Bryan.

"BUKAN GUE!"

"STOP AR!" bentak Vian ikut andil.

"Mungkin kita nggak akan percaya kalau nggak ada bukti. Tapi ini ada, Ar. Nyata! Lo mau bantah apa lagi?! Nggak ada yang bisa lo bantah dengan bukti sejelas itu!"

"Mulai sekarang, LO GUE KELUARIN DARI ZERVELOS!" sahut Bryan.

Semuanya, termasuk Bima dan anggota Balckwolf yang ia bawa diam mematung. Mencabut sekaligus mengeluarkan seorang wakil ketua bukanlah hal yang sepele.

Mereka tahu seorang ketua, wakil ketua, dan anggota inti tak dipilih begitu saja. Mereka dipilih karena mampu.

Tetapi mereka juga tahu aturan Zervelos. Salah satunya adalah bertindak kriminal yang merugikan orang lain. Yang berarti Arsen melanggar peraturan itu.

Arsen masih bungkam. Zervelos yang membuatnya hidup. Zervelos adalah keluarganya. Zervelos yang menjadi alasan untuk ia tetap bertahan dari kerasnya kehidupan. Namun sekarang, apa hari ini adalah hari terakhirnya bersama Zervelos.

"LO WAKIL KETUA! TAPI LO MELANGGAR ATURAN! NGGAK PANTAS ZERVELOS DIPIMPIN ORANG KAYAK LO!"

"LEPAS JAKET LO!" tegas Bryan. Tak ingin menunggu, ia sendiri yang melepas paksa jaket kebanggaan Zervelos itu dari badan Arsen.

Tangan Bryan menunjuk arah pintu dengan tatapannya yang masih menusuk Arsen. "SEKARANG LO PERGI DARI SINI!"

Mata Arsen beralih pada keempat sahabatnya. Namun lihatlah, bahkan mereka menoleh, enggan menatap dirinya yang sudah hancur ini.

"APA PERLU GUE SERET!" bentak Bryan.

Arsen sedikit menunduk untuk menutupi matanya yang sudah memerah menahan air mata. Dengan langkah cepat ia pergi dari sana. Jangan sampai ia terlihat lemah di depan mereka.

Sampai di motornya, Arsen mengusap kasar air yang berhasil lolos dari pelupuk matanya.

"ANJNG!"

"BNGST!"

Arsen berteriak seraya memukuli jok dan menendang ban motonya. Ia benci semua orang. Semua jahat, semua kejam, semua tak punya hati.

Setelah puas melampiaskan segala emosinya, Arsen terdiam karena tiba-tiba otaknya tertuju pada seseorang.

Tanpa berlama-lama, ia langsung bergegas entah kemana.

****

"Ra, sisa kue simpan aja di kulkas. Kalau mau makan hangat besok tinggal panasin dimicrowave," ujar Astrid seraya mengelap meja makan.

"Iya, bun," sahut Clara. Lantas ia memasukkan kue ke dalam kulkas sesuai perintah.

"Bunda ke atas dulu ya, nanti matiin lampunya sekalian kalau mau tidur," kata Astrid sembari berjalan keluar dapur.

"Siap bun."

"KAKAK!" teriak Deren sambil berlari menghampiri Clara membuat Asteis berdecak sebal karena hampir tertabrak putranya itu.

"Deren jangan lari-lari!" peringat Astrid.

Deren menggaruk tengkuluknya yang tak gatal. "Hehe maaf bun." Lalu Astrid kembali melanjutkan langkah kakinya.

Untuk Arsen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang