U A | 53

1.1K 108 21
                                    

HAPPY READING!!

----

"Jahat banget gila," sahut seseorang dari belakang mereka. Membuat perhatian menjuru kepadanya. Oliv sedari tadi mendengarkan cerita Retta.

"Kok Lyona kayak gitu sih?" tambahnya dengan ekspresi tak percaya.

"Pokoknya intinya begitu. Ya udah gue pergi dulu," sahut Retta. Lantas ia menarik tangan Oliv untuk menjauh dari sana.

Kini tersisa Clara, Arsen, dan Kevin. Lagi dan lagi suasana kembali cangung. Astaga, kenapa Retta tak ikut menarik tangan Clara untuk pergi dari sana.

Arsen berdehem. "Jadi masalah semua udah clear. Kita juga clear selesai. Gue nggak bakal hubungi lo lagi," katanya. Tentu ini ditujukan pada Clara.

Clara hanya bisa diam mendengarkan Arsen. Kenapa cowok itu tetap sama saja. Bukankah mereka sepakat untuk menjlin pertemanan, tapi mengapa Arsen mengingkari. Hati Clara sakit, kenapa Arsen selalu membuat sakit hati

Tanpa menunggu balasan dari Clara, Arsen melenggang dari sana menyisakan Clara dan Kevin berdua.

Cewek dengan rambut terurai itu hanya melihat punggung Arsen hingga menghilang dari jangkauan matanya.

Kedua matanya sudah berkaca-kaca, hingga satu tetes air luruh. Namun Clara langsung mengusapnya. Ia tak mau telihat lemah. Ia harus kuat. Apalagi di depan orang-orang yang sudah menyakitinya.

"Ra, kamu udah putus?" tanya Kevin tiba-tiba.

Clara sekilas melirik sinis ke arah Kevin. "Bukan urusan lo," jawabnya dengan nada datar. Kemudian ia melangkahkan kaki pergi dari sana.

"Kapan kamu bisa luluh sama aku, Ra?" tanya Kevin pada dirinya sendiri.

****

Tok tok tok tok

Clara menghentikan suapan makanan yang hendak masuk ke dalam mulutnya. Kini ia hanya bersama Deren di rumah. Clara yang berada di meja makan, segera berjalan untuk membukakan pintu.

Ceklek

"H-hai, Ra," sapa orang itu dengan senyuman kaku.

Clara tertegun pada seseorang yang bertamu ke rumahnya malam ini. "H-hai Retta," balasnya juga dengan senyuman kaku. Clara juga ikut canggung sambil merasakan suasana dingin.

"Silahkan masuk, Ret," titah Clara mempersilahkan Retta.

"Nggak. Di sini aja. Di teras," kata Retta terpotong-potong. Clara hanya mengangguk setuju. Mereka mendudukkan badan di kursi kayu.

Keduanya sama-sama diam. Belum ada yang memulai pembicaraan. Clara juga dibuat bingung dengan tujuan cewek itu ke rumahnya.

Lihatlah, dua sahabat yang sangat lengket sebelumnya, sekarang berada dalam susana canggung. Bukan ini yang Clara mau, tapi ia juga tak tahu harus memulai dari mana.

Sementara Retta, ia tengah menguatkan hati serta mentalnya untuk meminta maaf pada Clara. Ia sadar, selama ini ia sngatlah jahat. Tak seharusnya ia melakukan ini.

"Ra," celetuk Retta pada akhirnya.

"Iya?"

Retta meraup udara sebanyak-banyaknya. "Gue tahu gue jahat banget sama lo. Gue merasa gagal jadi sahabat terbaik lo, Ra. Gue cuma mau minta maaf, atas semua pebuatan buruk gue ke lo. Bahkan gue sampai bully lo. Lo boleh banget kok, nggak maafin gue. Atau nggak mau temenan lagi sama gue. Yang penting gue lega udah minta maaf sama lo. Nggak papa lo nggak maafin gue," ujar Retta panjang lebar.

Untuk Arsen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang