U A | 34

1.2K 112 36
                                    

Vote duluu yokk

Happy reading!!

----

Derasnya hujan mengguyur ibu kota hari ini. Untung saja bukan hujan angin maupun hujan petir. Jika tidak, Clara tak tahu harus berlindung pada siapa.

Ia memeluk tubuhnya sendiri karena kedinginan. Kebetulan sekali ia tak membawa jaket ataupun cardigan. Hari mulai menggelap ditambah mendung yang menyelimuti langit. Membuat suasana lebih mencekam.

Kini, Clara duduk sendiri di halte dekat sekolah. Bodohnya, ia tak menerima tawaran Serra untuk memberinya tumpangan. Dengan alasan bukan searah. Itulah susahnya menjadi orang tak enakan.

"Ini kapan redanya sih?" gerutunya seraya memandangi langit.

"Lagian mana ada ojek, angkot yang keliling pas hujan deres gini? Hp lowbat juga lagi!"

"Ya kali gue sampai malam di sini astaga." Clara terus bermonolog tiada henti membicarakan nasibnya sekarang.

Ia melihat jam bundar melingkar dipergelangan tangan. Pukul 5 lebih 10 menit, sebentar lagi memasuki waktu Maghrib.

"Pasti bunda udah nelfonin nih."

"Ya Ampun, Deren kenapa nggak peka sih jadi adek?"

"Ayah juga lewatt sini kek. Tapi gak mungkin juga sih." Tak terhitung Clara mendengus pasrah atau lebih bisa disebut memasrahkan diri dari tadi.

Clara menutup matanya sejenak untuk menenangkan diri. Belum juga ada 6
5 detik matanya kembali terbuka, bahkan terbelalak.

Sebuah mobil BMW X3 putih yang cukup Clara kenali mengerem mendadak. Tak jauh dari tragedi dimana baju Clara mendapat serangan cipratan air.

Pengendara mobil itu keluar dengan payung ditangannya. Clara tak mempedulikan itu. Ia fokus membersihkan seragamnya seraya menggerutu tak jelas.

"Sorry."

Satu kata itu berhasil membuat Clara mendongak.

Kenapa harus dia?

Clara bersikap seolah tak kenal. Ia kembali menunduk untuk melanjutkan kegiatan membersihkan seragam dari air genangan hujan. Meskipun tak ada gunanya karena tetap kotor, setidaknya ia mengalihkan perhatiannya dari orang itu.

"Udah hampir gelap, kenapa masih di sini?" tanyanya. Clara lagi-lagi tak menggubris. Membuat Kevin mendengus sebal.

"Ayo aku antar," ajaknya seraya meraih tangan Clara. Namun langsung ditepis begitu saja oleh Clara.

"Aku cuma mau bantu, emang mau di sini sampai malam?"

"Gue bisa pulang sendiri," ketus Clara tanpa melihat Kevin. Akhirnya ia buka suara.

"Harusnya aku yang marah sama kamu Ra," sahut Kevin. Sebenarnya disini tak ada yang benar, dua-duanya memang salah. Tapi benar disudut pandang masing-masing.

Clara beranjak dari kursi halte. "Kalau lo nyamperin gue cuma buat ribut, mending gak usah. Gue cape," balasnya.

"Ra." Kevin kembali mencoba meraih tangan Clara. Tak hanya menepis, cewek itu bahkan membalikkan badannya memunggungi Kevin.

"Mending lo pergi deh. Cepu ada dimana-mana. Bisa berabe kalau Arsen tahu," ujar Clara. Atau bisa disebut sebagai sindiran dengan kata 'cepu'.

Kevin diam.

"Udah pergi!" ketus Clara. "Kenapa masih di sini sih," lanjutnya menggumam.

"Tapi kamu-"

"Pacar gue Arsen, kalau ada apa-apa gue hubungin dia," senggak Clara.

Untuk Arsen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang