Princess - Chapter 6.2

439 30 3
                                    

________________________________
____________________

C6.2 : Grenade, Skyla

____________________
________________________________

Playlist : Queen - Shawn Mendes

________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

________________________________

Dari pantulan kaca, aku membalas tatapan mata biru gelapnya. Navhaniel, berdiri menyandarkan tubuhnya yang proposional di loker tak jauh dariku, tersenyum samar.

Di bawah penerangan yang tidak maksimal, kulitnya terlihat sangat pucat, kontras dengan rambut hitamnya yang sedikit berantakan. Membuatnya terlihat seperti pangeran malam. Aku berani bertaruh saat dia berada di lapangan nanti, teriakan-teriakan histeris yang menyayat telinga akan mengisi tiap inci udara.

"Kau harus berhenti muncul secara tiba-tiba, Navhaniel." Aku akhirnya bersuara setelah diamnya cukup meyakinkanku bahwa yang saat ini akan dia lakukan hanyalah berbicara di dalam kepalanya sendiri. "Lama kelamaan kau terkesan seperti penguntit."

Navhaniel terkekeh geli. Dia melangkah maju mendekatiku dan berhenti selangkah tepat di belakangku. Sedikit saja aku bergerak, aku yakin bahu kananku akan bersentuhan dengan dadanya. Bau sitrus dan sedikit kayu menari-nari dengan bebas di antara kami. Membuatku seketika teringat pantai terpencil di Santa Monica yang pernah kami datangi musim panas lalu.

Darahku mengalir deras seirama dengan detak jantungku yang semakin kencang. Ini bukan pertama kalinya aku dan Navhaniel sedekat ini, tetapi melihat pantulan kami di kaca, memori saat matahari terbenam itu, mata birunya yang menatap lurus ke arahku, rasanya aku ingin berteriak.

"Kupikir peranmu di club hanya sebatas konsultan saja." Navhaniel bergumam. "Kau juga pemain inti rupanya."

Aku hanya diam sembari tersenyum miring. Memang benar selama tiga tahun ini hampir delapan puluh persen waktuku di club kuhabiskan dengan menjadi konsultan alih-alih menjalankan tugasku sebagai pemain inti. Jadi mungkin orang-orang sudah melupakan peranku yang sebenarnya, terlebih Navhaniel yang baru masuk ke sekolah ini. Wajar saja dia tidak tahu.

"Tenang, Sky. Jangan terlalu tegang begitu." Melihat tubuhku yang kaku, Navhaniel terkekeh pelan, lalu melanjutkan, "Aku tidak akan terlalu keras padamu di lapangan nanti."

"Jangan sampai kau menyesal, Grayson."

"Tidak akan."

Navhaniel tidak bergerak saat aku berbalik menghadapnya—punggungku hanya berjarak satu inci dari kaca. Posisi seperti ini membuatku terkesan sedang berada di dalam kurungannya. "Kau tahu, Navhaniel, aku tidak selemah yang kau atau orang-orang lain kira."

"Tenju saja aku tahu, Sky. Lagipula, tidak ada yang menganggapmu lemah. Kau Skyla."

"Baiklah, kalau begitu," Aku melangkah melewatinya, berusaha melepaskan pengaruh sitrus yang seakan menahanku, lalu mengangkat kedua tanganku untuk mengikat rambutku dengan karet rambut hitam yang kujadikan gelang sembari terus berjalan tanpa menoleh padanya. "sampai bertemu di lapangan."

THIS FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang