Princess - Chapter 1.2

1.1K 68 2
                                    

______________________________________________________

C1.2 : Reĝo's Ĉiela

_____________________
_________________________________

Playlist : Halsey - Castle

____________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____________________________________

Aku sudah tidak peduli betapa cantiknya langit yang berwarna jingga saat matahari terbenam. Tidak peduli saat Brian mencoba mengajakku bicara setelah kami keluar dari bianglala dan dalam perjalanan menuju perusahaan. Aku bahkan tidak menoleh pada Brian saat aku turun di depan lobi dan dia kembali melajukan mobilnya.

Para pekerja sudah tidak terlihat ketika aku memasuki gedung pencakar langit bertuliskan CLARKE Headquarters  yang terdiri dari tujuh puluh lantai ini. Suara boots-heelsku yang beradu dengan lantai adalah satu-satunya suara yang menemaniku melintasi lobi mewah dengan aksen emas serta chandelier berlian raksasa di bagian tengah.

Aku berdiri tegap dengan tangan menyilang di depan dada saat dua orang penjaga menghalangiku masuk ke elevator khusus yang akan langsung mengantarkanku ke lantai ruangan kakekku.

"Maaf Nona Clarke. Reĝo mengatakan bahwa dia sedang tidak ingin diganggu." Kata yang berambut pirang sembari menunduk.

"Apa kalian tidak mendengarku saat kukatakan aku ingin bertemu dengan kakekku?"

"Tapi Nona—"

Aku melirik tajam tepat sebelum yang berbadan lebih besar mulai berbicara sehingga dia kembali menutup mulutnya. Mereka sudah terlalu banyak mengeluarkan kata-kata.

Jika suasana hatiku sedang dalam keadaan biasa, aku sudah pasti tidak akan melakukan hal yang akan kulakukan. Tetapi sekarang aku benar-benar tidak memiliki niat untuk berlama-lama disini. Jadi aku mengambil dua langkah mundur, mengunci tatapan mereka, sebelum kemudian meraih sanjata yang kuselipkan di sepatuku.

Kedua penjaga itu menegang saat aku mengarahkan pisau kecil ke telapak tanganku. "Menyingkir." Perintahku telak.

Mereka jelas tidak bodoh. Detik dimana aku membuat tanganku berdarah sedikit saja, sama saja kehilangan kedua tangan mereka. Jadi dengan cerdas, mereka segera menyingkir dengan raut waspada.

Aku tersenyum miring. Kakiku melangkah anggun melewati dua penjaga yang sedang menunduk penuh hormat itu sebelum kemudian aku masuk ke dalam elevator dan memindahkan retinaku pada alat pendeteksi.

Bukan lantai teratas tempat ruangan Presiden Clarke Group berada yang kutuju. Tapi jauh ke bawah. Tepatnya dua puluh meter di bawah gedung ini. Dimana kakekku biasanya berada.

Elevator tidak berdenting saat pintu terbuka. Sembari keluar, mataku menyapu ke seluruh lantai marmer berwarna hitam yang sangat mewah dan luas ini.

THIS FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang