Heiress - Chapter 28.2

214 13 0
                                    

________________________________
____________________

C28.2 : Christmas Stains

____________________
________________________________

Playlist : Westlife - My Love

________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

________________________________

Penerbangan dari Atlanta ke Las Vegas kuhabiskan dengan menonton film bersama Saniza dan Austin di kamar utama sementara orang tua kami membicarakan sesuatu yang tampaknya rahasia di ruang rapat jet. Saniza mungkin penasaran, tetapi aku tidak. Jika mereka tidak mau membaginya, maka kuputuskan itu bukan urusanku.

Sulit sekali untuk mengenyahkan tatapan kecewa para sahabatku ataupun Navhaniel dari benakku. Lima menit, sepuluh menit, aku bisa mengalihkan pikiranku. Tetapi hanya itu. Setelahnya aku akan melihat mereka lagi dalam kepalaku. Dan kalau boleh jujur, aku sedih mengingat fakta bahwa ini liburan terakhir kami sebagai murid Spencers dan kami tidak berpisah dengan baik.

Yah. Kurasa yang terakhir salahku. Aku yang pergi begitu saja tanpa menoleh. Tetapi karena saat itu aku tidak yakin aku bisa menahan pertahananku lebih lama lagi jika tetap berada di sekitar mereka. Dan benar saja, begitu melewati pintu utama, air mata sialanku jatuh.

"S, apa kau mengenal Rafael Andreas?" Tanya Austin dari kursi sebelah kemudi saat aku dan adik-adikku sudah berada di Rolls Royce dalam tiga perempat perjalanan menuju mansion kakek dan nenekku. Orang tua kami berada di Rolls Royce yang melaju di depan.

"Rafael sahabatku. Kenapa?"

"Maksudmu Rafael yang itu?" Austin memutar tubuhnya ke belakang untuk menatapku, mengerjap takjub. Aku bertanya-tanya apa ada yang salah dengannya. "Rafael yang datang ke pesta ulang tahunmu setahun lalu dan menyanyikan lagu tidak pantas bersama Romeo?"

Di sebelahku, Saniza menutup mulutnya untuk menahan tawa. Aku memutar bola mata malas. "Ya. Oleh karena itu kau jangan coba-coba mabuk saat masih di bawah umur. Atau kau akan mempermalukan diri sendiri." Ceramahku. "Lagipula, untuk apa kau menanyakannya?"

"Kau tahu? Rafael itu keren." Seru Austin bersemangat. "Dia terkenal di semua grup Fortnite. Peralatan bermainnya sangat hebat. Tidak ada yang punya seperti miliknya."

Aku tidak ingin menghapus antusiasme di wajah Austin dengan mangatakan bahwa tidak pelu mengidolakan Rafael, jadi aku tersenyum. "Kau mau peralatan yang sama dengannya?" Tanyaku dan dia langsung mengangguk. "Berjanjilah padaku kau akan bersikap baik selama liburan dan aku akan memberikannya padamu sebagai kado ulang tahun."

Dari sudut mataku, aku tahu Saniza menatapku. Dia ingin tahu apakah aku baik-baik saja dengan percakapan mengenai sahabatku. Maka aku menoleh padanya, mengangguk tegas. Meyakinkannya melalui mataku bahwa aku tidak apa-apa.

THIS FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang