Princess - Chapter 2.1

1K 63 1
                                    

________________________________
____________________

C2.1 :  City of Sinners to Dreamers

____________________
________________________________

Playlist : Julia Michaels - Issues

Playlist : Julia Michaels - Issues

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

________________________________

Dua hari kemudian, aku turun ke ruang makan cukup terlambat untuk sarapan. Buah-buahan, penekuk, sup, dan jus serta susu segar yang masih panas tersaji hanya untukku. Seperti biasa, Lucy—pelayan pribadiku, berdiri tak jauh dari meja.

"Dimana Mom?" Tanyaku padanya sembari menyesap pelan susu panasku yang mengepul.

"Nyonya Miranda berada di ruang keluarga bersama Nyonya Nina dan Nyonya Tatia."

"Opa?"

"Reĝo sedang bermain tenis bersama Tuan Julian, Tuan Marteen, Tuan Muda Evan, dan Tuan Muda Austin, Nona."

Tidak ada Brian. Dia sudah kembali ke Miami kemarin pagi-pagi sekali. Bahkan dia tidak repot-repot membangunkanku untuk berpamitan. Atau sekadar mengirim pesan hingga detik ini.

Sejak kembali dari perusahaan, aku lebih banyak diam. Biasanya aku akan meghabiskan waktu bersama Saniza, tetapi kemarin saat aku berjalan-jalan di sekeliling mansion, kulihat dia sedang membuat kue bersama nenekku di patio dekat taman bunga lili—aku yakin sekarang mereka juga berada disana.

Dari cerita Saniza saat dia berada di kamarku hanya untuk berbincang sebelum tidur semalam, kuketahui bahwa mereka sedang mencoba membuat resep kue baru.

Syukurlah akal sehatku masih berfungsi dengan baik sehingga aku tahu bahwa aku harus menjauhi kegiatan itu. Atau jika tidak, aku bisa saja merusak patio cantik nenekku seperti aku hampir membakar habis dapur mansion ini tiga tahun yang lalu.

Bukan sepenuhnya salahku.

Saat itu kami semua sedang membuat kue labu untuk acara Thanksgiving dan nenekku memintaku untuk memanggang adonannya. Aku yang tidak memiliki pengalaman apapun di dalam dapur mengaku bahwa aku tidak mengerti bagaimana caranya. Tetapi bibi Tatia—ibu dari Brian, malah mengatakan bahwa aku memang gadis yang selalu tidak bisa diandalkan.

Dengan perasaan kesal, aku memasukkan adonan itu ke dalam pemanggang tanpa sepenuhnya tahu apa yang harus kulakukan. Kutekan angka-angka di alat itu dan kutinggal pergi.

Setengah jam kemudian teriakan-teriakan panik para pelayan terdengar saat aku sedang berada di lahan kosong samping mansion bersama Saniza yang sibuk menanam bunga. Kami segera berlari ke dalam dan menemukan bahwa api sudah melahap setengah dapur.

THIS FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang