Heiress - Chapter 23.2

223 13 0
                                    

________________________________
____________________

C23.2 : The Antidotes

____________________
________________________________

Playlist : Chris Brown - Next To You ft. Justin Bieber

________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

________________________________

Lapangan polo sangat sepi. Hampir tidak ada orang. Padahal setahuku siswa-siswi keturunan Timur Tengah dan Eropa suka berkumpul di sini. Hanya ada dua penjaga, seorang pelatih, dan Arthur, selain dari Navhaniel yang duduk sendirian di sofa di bawah tenda utama—sedang melepaskan sarung tangan.

Aku langsung menghampirinya. Sengaja tidak memilih jalur di mana Arthur dan pelatih sedang berbincang—menghindari basa-basi yang tidak diperlukan. Sejujurnya aku hanya malas untuk menjawab jika mereka menanyakan untuk apa aku kemari. Karena lapangan ini adalah lapagan yang paling jarang kukunjungi.

Navhaniel tidak menyadari kedatanganku. Raut wajahnya tegang. Bibirnya mengatup rapat serasi dengan rahangnya yang mengeras. Sosoknya entah bagaimana memancarkan aura gelap yang tidak biasa kulihat—memberi daya tarik tersendiri. Aku tahu suasana hatinya sedang tidak baik. Dia marah.

"Navhaniel." Sapaku santai saat sudah berada di dekatnya. Seolah aku tidak menyadari emosinya yang buruk. Mata biru gelapnya menatapku tajam, lalu detik selanjutnya hanya tersisa kelembutan disana. "Ada apa?"

"Kemari." Navhaniel memberiku kode agar mendekat dengan tanganya. Aku bisa dengan jelas merasakan gejolak amarah dalam suara lembut nan rendah itu.

Mengabaikan keingintahuanku tentang apa sebenarnya yang terjadi pada Navhaniel, aku melangkah kearahnya, lalu menghempaskan diri di sofa tepat di sebelahnya. "Bagaimana latihan polomu?" Basa-basi.

"Biasa saja." Jawabnya singkat. "Kau sendiri? Apa yang kau lakukan dalam satu jam terakhir?"

Aku tersenyum. "Berjalan-jalan. Sudah lama sekali aku tidak melakukannya. Aku ke perpustakaan, ke kantin, ke ruang teater, ke ruang arsip sejarah, ke ruang rekreasi—tidak lama karena aku tidak ingin merusak atmosfer para freshmen—kau tahu bukan ruang rekreasi adalah territorial mereka, lalu aku mengikuti saja ke mana kakiku melangkah."

Navhaniel tersenyum tipis. Sebelah tangannya membentang di belakang bahuku. "Jadi sang ratu baru saja selesai berpatroli?"

"Kata 'berpatroli' itu khusus penjaga, Navhaniel!" Aku bersingut menjauh karena dia berusaha merangkulku. "Jangan mendekat! Kau penuh keringat!"

"Baiklah." Navhaniel menopangkan kedua tangannya di paha, jemarinya bertaut.

"Kau kenapa?" Tanyaku pada akhirnya. Tidak sanggup lagi menahan rasa penasaranku lebih lama. "Kau marah padaku?" Hening. "Navhaniel?"

THIS FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang