Prolog

3K 90 5
                                    

______________________________________________________

PROLOG

_____________________
_________________________________

Playlist : The Chainsmokers - This Feeling ft. Kelsea Ballerini

___________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___________________________________

Sudah satu jam aku hanya berdiri menatap langit malam.

Sembari menggoyang-goyangkan gelas kristal berisi champagne yang diam-diam kubawa, aku tersenyum miring pada bintang-bintang yang seakan balik menatapku. Mengejekku.

Desir ombak terdengar seperti nyanyian pengantar tidur saat aku mendengus pada siapapun yang berada di balik keanggunannya.

Terkadang aku berpikir, bagaimana rasanya jika berada di atas sana? Menyaksikan dunia yang dipenuhi manusia dengan keputusan-keputusan bodoh mereka bagaikan suatu pertunjukan.

Bukan berarti aku mau meninggalkan dunia ini. Mungkin tidak dalam waktu dekat. Nanti. Jika bisa terserah padaku, aku akan pergi setelah aku menemukan sesuatu yang...kucari. Entah apapun itu. Berapapun waktu yang kubutuhkan. Bahkan jika harus selamanya.

Hembusan angin kencang mengacak-acak rambut coklat gelapku yang kubiarkan tergerai. Dengan sangat sedikitnya penerangan, rambutku yang hanya sepanjang beberapa inci di bawah bahu terlihat berwarna hitam pekat—menyatu dengan kegelapan itu sendiri.

Baru tiga hari sejak ibuku memaksaku pergi ke salon untuk memotong rambutku. Dia berkata bahwa rambut panjang hanya akan menghambatku untuk menjadi yang terbaik dalam perlombaan. Aku tertawa miris setiap kali kuingat ucapannya itu. Mengasihani gadis muda yang tidak memiliki kendali. Bahkan pada tubuhnya sendiri.

Aku menghambuskan napas panjang. Setidaknya malam ini, wanita cantik empat puluh tahunan bermata biru jernih itu tidak bersikeras memaksakan keinginannya untuk membuatku memakai gaun Celine berwarna persik yang menurutku sangat konyol.

Dia membiarkanku memilih gaun Dolce & Gabanna ini. Potongannya sangat pas pada tubuhku yang tinggi. Memperlihatkan lekuk tubuhku dengan tepat. Bagian atasnya yang bertaburkan permata melingkari tulang belikatku—enggan menutupi satu incipun leherku dan dengan cukup sopan membiarkan lengan dan bahuku terbuka. Warnanya yang putih keperakan membuatku terlihat seperti lelehan bintang.

Lagi. Aku membiarkan malam memelukku. Menenangkanku. Tidak peduli dengan udara dingin yang menusuk-nusuk kulitku.

Musik masih terdengar samar dari tempatku berdiri. Setelah pertandingan hari ini, kurasa sudah sepantasnya mereka semua merayakan.

Pesta di atas sana khusus diadakan untukku. Untuk keberhasilanku menjadi perenang wanita muda terbaik Amerika. Aku senang akan hal itu. Namun sementara keluargaku serta petinggi dan para anggota Club Renang Amerika berdansa dengan suka cita, aku memilih bersembunyi disini.

Menikmati gelapnya perairan Miami.

Aku tidak membenci pesta. Aku juga tidak pernah mengeluh tentang pesta. Tetapi setiap kali aku berada di keramaian seperti itu, aku selalu membutuhkan ruang untuk sendirian. Sekadar untuk bernapas.

Lorong lantai tiga di sisi kapal pesiar baru milik ayahku ini adalah salah satu tempat yang paling aman. Paling gelap. Aku tidak perlu khawatir akan bertemu siapapun disini. Lantai ini khusus untuk kamar-kamar anggota keluarga. Dan berhubung mereka semua beserta yang lainnya sedang menikmati keriyaan, tempat ini sepenuhnya milikku.

"Tidak akan ada yang menyangka, Skyla Alea Clarke lebih menyukai berada di dalam kegelapan."

Atau tidak. Aku lumayan tersentak saat suara rendah seorang laki-laki terdengar tak jauh di belakangku. Suaranya bagaikan deru angin yang menyentuh lembut pipiku.

"Siapa kau?" Aku berbalik dan menyipitkan mataku. Berharap bahwa dengan begitu, aku dapat menembus kegelapan yang menyembunyikan siapapun sosok laki-laki itu.

"Berhati-hatilah, Sky, atau kegelapan akan menelanmu."

"Siapa kau?" Tanyaku lagi.

"Kembalilah ke atas. Dan buang minuman itu." Katanya. Mengabaikan pertanyaanku. Sebuah perintah utuh dibalik suaranya yang sejernih cahaya bulan. "Kau tidak ingin kehilangan kendali diantara orang-orang itu kan?"

Pertanyaannya yang dibalut nada mendayu-dayu secara efektif menyadarkanku. Benar. Aku tidak ingin kehilangan kendali atas pikiranku. Tidak jika di hadapan mereka semua.

Tapi aku Skyla Alea Clarke. Menuruti sebuah perintah tanpa perlawanan keras merupakan sebuah pantangan. Terlebih dari seseorang yang bahkan tidak kekutahui wajahnya. Sudah pasti penghinaan besar untuk diriku sendiri.

Maka aku tersenyum meremehkan pada asal suara itu, sebelum kemudian menegak habis champagne yang tersisa di dalam gelasku. Aku mengerjap merasakan sensasi cairan itu saat melewati tenggorokkanku. Tahu betul bahwa besok pagi aku akan menyesali apa yang baru saja kulakukan.

Setidaknya aku masih bisa bertahan selama satu atau dua jam kedepan.

"Jangan pernah mencoba untuk memerintahku, orang asing." Aku berujar dengan suara sedingin air laut di bawah sana. Senyum remeh masih terlukis sempurna di wajahku saat aku menatap gelas kosong di genggamanku salama sesaat, lalu kemudian menjulurkan tanganku melewati pagar kapal. Dalam satu kedipan, jari-jariku merenggang diikuti gelas yang meluncur ke dalam gelapnya air.

Laki-laki itu mendengus. "Mungkin. Untuk saat ini." Aku hanya diam. Tidak tau harus mengatakan apa. Aku juga tidak mau mengatakan apa-apa. Maka aku melipat tanganku di depan dada. Satu alisku terangkat. "Kau bahkan tidak pernah tahu apa yang akan terjadi satu detik dari sekarang."

Keheningan menari-nari pada udara terbuka di sekitar kami. Bahkan ombak seakan terdiam saat aku dengan perlahan melangkah maju ke kegelapan yang kuyakini menyembunyikan laki-laki itu—sangat pelan.

Mungkin hanya tersisa tiga langkah sebelum aku dapat melihat sosoknya ketika ponsel di saku gaunku berbunyi.

Dering khusus orangtuaku.

Tanpa menjawab panggilan dari entah ayah atau ibuku, aku segera berbalik. Aku bahkan tidak menoleh pada sosok laki-laki itu saat aku terburu-buru menuju pintu masuk kapal.

Jika aku tidak kembali ke dek utama dalam waktu singkat, ibuku pasti akan menjanjikan sarapan panjang yang menyakitkan kepala. Dan mengingat champagne yang kuminum tadi, rasanya akan seperti sebuah siksaan.

Aku baru saja sampai di ambang pintu dan seketika berhenti saat suara lembut laki-laki itu terdengar lagi. "Sampai bertemu lagi, Skyla."

"Di neraka." Balasku ketus, tanpa menoleh sedikitpun, lalu kembali melanjutkan langkahku diiringi dengan tawa rendahnya.

Aku bersumpah dapat merasakan kehangatan dalam tawa itu sementara jantungku berdegup lebih cepat tanpa bisa kukendalikan.

________________________________________________________________________

Well, I'll see you when i see you, Speansants.
Xo, §

Xo, §

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THIS FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang