Princess - Chapter 1.1

1.9K 83 3
                                    

______________________________________________________

C1.1 : Summer Almost End

_____________________
_________________________________

Playlist : Ariana Grande - breathin

____________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____________________________________

Satu minggu kemudian...

Aku menajamkan pandanganku. Mengikuti arah gerak sasaran sementara dinginnya emas putih yang melapisi pistol hadiah natal satu tahun lalu dari kakekku menusuk-nusuk telapak tanganku.

Kemudian dengan penuh perhitungan, kutarik pelatuknya.

Tidak perlu berlama-lama, hanya butuh sepersekian detik hingga suara tembakan terdengar di seluruh lapangan dan apel merah segar yang digantungkan sekitar 65 kaki dariku hancur berantakan.

"Bagus. Bagus sekali." Puji laki-laki tampan keturunan Timur Tengah yang berdiri di sebelahku dengan tatapan malas. "Terlalu bagus hingga aku sudah sangat bosan dengan standar latihan anak-anakmu ini."

Senyum manis yang sama sekali tidak tulus menghiasi bibirku saat aku menoleh untuk menatapnya dengan satu alis terangkat. "Kalau begitu, pergi saja." Usirku. "Mungkin menghitung bangkai burung yang dibunuh Evan daripada melihat lusinan apel tersia-siakan akan lebih menghiburmu."

Brian berdecak kesal. Reaksi yang sama dengan yang akan kutunjukan jika dia mengatakan hal itu padaku.

Selain sepupu, Brian juga sahabatku sejak kami belum bisa berbicara. Karena itu aku dan Brian seringkali memiliki pemikiran yang sama. Termasuk tentang Evan—sepupu tertua kami yang sangat membosankan. Menurut Brian, Evan tidak tahu caranya hidup. Aku setuju.

"Kau punya waktu 15 menit untuk beganti pakaian."

Aku mengernyit bingung. "Kita akan kemana?"

"Berkeliling."

"Tapi bukankah acara minum teh Oma—"

"Cepatlah." Potong Brian sebelum dia mulai berjalan melewatiku, lalu setengah berteriak saat dia sudah berada di jarak aman dari tangan maupun kakiku. "Kuyakin kau tidak ingin berjalan kaki menyusulku."

Aku menatap punggungnya yang menjauh dengan kesal. Sempat tergoda untuk menembakkan peluru terakhirku ke sana. Brian sialan. Hanya karna dia lebih tua delapan bulan dariku dan telah mendapatkan izin mengemudinya seminggu yang lalu, dia bertindak seolah dia adalah dewa.

Sudah dua hari sejak kejadian dia meninggalkanku di tengah-tengah perbukitan tandus di Hoover Dam karena aku menendang mobil Ferrari merahnya yang baru sampai lecet sehingga aku harus menunggu sepuluh menit untuk helikopter menjemputku.

THIS FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang