84. Takut

162 15 2
                                    

"Sebelumnya, apa ibu Keira pernah mengalami kecelakaan?" tanya Dokter itu. Keiva nampak berpikir.

"Dia pernah jatuh dari tangga, setelah itu dokter yang memeriksanya mengatakan kalau Keira akan sulit punya keturunan," jelas Keiva.

"Janin ibu Keira mengalami komplikasi, itu berhubungan dengan kecelakaan yang sebelumnya pernah menimpanya," jelas dokter itu menghela nafas. Sedangkan Keiva dan Ali masih setia menunggu kelanjutan penjelasan dokter.

"Kami harus melakukan operasi mengangkat janin Ibu Keira," lanjut dokter itu.

"Apa? Nggak bisa! Emang nggak ada cara lain untuk menyembuhkan Keira? Dia akan sangat terpukul jika mendengar perkataan Anda, Dokter!" Keiva tak terima.

"Saya tahu, tapi ini demi kebaikan ibu Keira sendiri. Jikalaupun ibu Keira mempertahankan kandungannya, nyawanya bisa terancam, ia bisa saja meninggal setelah melahirkan," jelas dokter itu.

Keiva menunduk, air matanya mengalir di pipi. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Wanita itupun pergi dari ruangan dokter tanpa pamit. Ali yang melihat kakaknya pergi memilih untuk meminta penjelasan lebih rinci pada dokter.

***

"Hai Kei ...," sapa Keiva memancarkan senyumnya.

"Gimana Kak? Apa kata dokter? Kak Kei baik-baik aja kan?" tanya Lily beruntut. Keiva tidak menjawabnya langsung, tapi ia memilih menghampiri kembarannya dan memeluknya.

"Kenapa lo nggak bilang sama gue? Gua yakin lo tahu semua ini," bisik Keiva di tengah pelukan itu. Keira tidak menjawab, tapi ia membalas pelukan Keiva dengan erat. Dua wanita itu menangis dalam diam.

Lily yang melihat pemandangan itu diam, menunggu jawaban pasti dari kedua kakaknya.

"Tadi Gafa juga nelpon gue, kenapa lo nggak kasih tahu Kenzo?" tanya Keiva.

"Gua takut Iv ...," jawab Keira menunduk sembari melepas pelukan diantara mereka.

"Takut apa?"

"Gimana kalau Kenzo ...-- lo tau maksud gue Iv. Gue nggak perlu menjelaskan lagi sama lo, karena tiap gue mengingatnya hati gue sakit."

"Tapi ini demi kebaikan lo Kei."

"Ini juga demi kebaikan Kenzo. Gue nggak mau dia menilai gue sebagai perempuan yang nggak bisa memberi keturunan. Gue juga pingin kayak elo Iv, menjadi seorang ibu. Apapun akan gue lakukan untuk menyelamatkan anak gue. Meski itu mempertaruhkan nyawa gue," jelas Keira dengan air mata yang bercucuran.

Keiva melirik adik bungsu mereka, yang masih setia menunggu penjelasan dari apa yang terjadi, Keiva juga menjelaskan semuanya pada Lily, hal itu membuat tangisan Keira pecah.

Lily dan Keiva pun langsung memeluk Keira, menenangkan wanita itu. Serasa Keira tenang, Lily mulai membuka suara.

"Apa Kakak yakin sama keputusan Kakak?" sahut Lily, membuat wanita kembar itu menoleh padanya.

"Aku bodoh emang, jelas-jelas kalau aku bahas ini kakak bakal sedih lagi, tapi aku berkata seperti ini juga demi kakak." Lily menunduk sebentar.

"Aku tanya sekali lagi, apa Kak Kei yakin sama keputusan ini? Kalau memang Kakak memilih untuk menyelamatkan kandungan Kakak dan memberikan anak buat bang Kenzo dan Kakak pergi, gimana nasib anak kakak nanti? Kakak emang mau, anak kakak tidak merasakan kasih sayang dari ibunya? Maaf kak, mungkin apa yang telontar dari mulutku terdengar lancang, tapi aku juga nggak mau kakak kenapa-kenapa," jelas Lily di akhiri dengan air mata yang mengucur di pipi gadis itu. Keira juga di buat terdiam dengan semua pertanyaan dari adik sambungnya.

"Gue nggak tau, tapi gue mohon sama kalian untuk jangan bilang dulu sama siapapun tentang ini. Gue butuh waktu, gue juga pingin, gue sendiri yang kasih tahu semua orang," seru Keira yang diangguki kedua saudaranya.

***

"Hai sayang," sapa sang suami, Kenzo. memecah lamunan Keira.

"Hai."

"Mikirin apa sih, ngelamun gitu?" tanya Kenzo.

"Nggak apa-apa kok." Keira berbohong. Kenzo yang mendengar itu, menghembuskan nafas kecil.

"Aku ngerasa yakin, ada sesuatu yang kamu sembunyiin dari aku. Apa sebegitu susahnya buat cerita sama aku?" tanya Kenzo. Keira hanya bisa menatap wajah sang suami yang berbicara tanpa menatapnya balik. Beberapa saat, keheningan melanda diantara mereka berdua.

"Aku ...." Keira mulai mengeluarkan suara, membuat Kenzo memusatkan perhatianya pada sang istri.

"Aku takut," lanjut Keira, cairan bening pun turut keluar dari sela mata wanita hamil itu.

"Kamu takut kenapa?" tanya Kenzo dengan suara lembut, pria itu juga menggenggam kedua lengan istrinya.

"Kata Dokter ... anak kita dalam bahaya, Ken," seru Keira.

Kenzo tidak memberi komentar, ia hanya memeluk sang istri dengan lembut, membuat wanita itu terisak dalam pelukan sang suami.

"It's oke. Kamu nggak perlu khawatir ya? Anak kita dan kamu bakal baik-baik aja," ucap Kenzo. Nyatanya Kenzo sudah mengetahui semua, dari adik iparnya, Ali.

Flashback on ...

Caffe Gafa ...

"Hai Ali ... adik ipar gue yang paling ganteng. Ya meskipun masih gantengan gue," sapa Kenzo yang diakhiri tawa dari adik iparnya.

"Gimana kabar nih, Bro? Udah cukup lama ya kita nggak ketemu."

"Kabar mah so pasti baik dong, Bang."

"Udah pesen nggak nih?" tanya Kenz.

"Boro-boro mesen, Bang, baru duduk aja udah di sodorin ama Bang Gafa," jelas Ali.

"Oh iya ya ... ni Caffe kan punya abang ipar lu juga." Kembali mereka tertawa bersama.

Beberapa saat mereka asik dengan aktivitas masing-masing. Kenzo melihat isi menu, sedangkan Ali, memperhatikan kegiatan Kenzo.

"Ada yang mau gue omongin nih, Bang," Ali memulai kembali percakapan.

"Apan emang?" tanya Kenzo masih memperhatikan buku menu.

"Ini tentang Kak Keira, Bang." mendengar itu, Kenzo langsung mengailihkan perhatiannya.

tanpa pikir panjang dan basa-basi, Ali menceritakan semua yang ia tahu dan yang ia dengar dari Dokter yang menangani Keira sebelumnya.

Mendengar semua cerita dari sang adik ipar, Kenzo memilih untu kembali kerumah secepatnya.

Saat itulah Kenzo menghampiri sang istri yang melamun memikirkan sesuatu.

Flashbak off ...

.
.
.
.
.
.
.
.
.

TBC ...

Twins Girls (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang