33 - The day : Justice

187 39 4
                                    

Bel istirahat kedua sudah berbunyi namun setelah itu kembali terdengar suara dari siaran radio sekolah. Benar, jadi di sekolah ini tersedia kelas siaran. Sama seperti halnya kelas musik, ini masuk kedalam kelas minat dan bakat.

Satu lagu sudah terputar dan kini berganti menjadi suara rekaman percakapan dari dua orang. Dari rekaman tersebut, semua orang seisi sekolah terkejut saat mendengarnya. Mereka semua kompak saling menghentikan aktivitas yang sedang mereka kerjakan.

"Jadi maksudnya lo terlibat sama kasus Ryujin?"

"Jelas dong kak, itu semua ide gue dan gue dibantu Reza sama Nadia buat jebak Ryujin. Habisnya gue kesel banget sama dia, si cewek jal*ng itu, dia ikut campur urusan gue."

"Urusan lo?"

"Iya, itu loh kak soal pembullyan Binka. Gue emang udah lama bully dia. Gue sering banget minta dia buat ngerjain tugas-tugas gue. Gue juga sering suruh dia lakuin ini itu. Kakak tau hal apa yang paling menyenangkan?"

"Apa?"

"Mukulin dia, hahaha. Seru loh itu, apalagi pas liat dia nangis-nangis kesakitan terus minta tolong ke gue haha."

Rekaman itu berhenti dan tak terdengar apa-apa lagi. Kini semua orang mulai membicarakannya, mereka juga menduga-duga siapa orang yang berbicara tersebut. Sampai akhirnya terdengar keributan di kelas Sains satu dan semua siswa berbondong-bondong ingin melihatnya.

Ada seorang detektif memasuki kelas Sains satu lalu bapak aparatur negara itu berjalan menuju bangku Sarah.

"Saudara Sarah anda kami tangkap atas tuduhan perundungan, penyiksaan dan penggunaan obat-obatan terlarang. Anda berhak menyewa pengacara, menolak menjawab dan memberikan alibi."

Semua siswa di kelas itu sangat terkejut mendengarnya, mereka benar-benar tak menyangka. Selain di kelas Sarah, ternyata hal sama terjadi di kelas Sosial empat dimana kelas Reza berada. Satu orang detektif beserta satu polisi menangkap Reza atas tuduhan yang sama.

Flashback on

Dua hari sebelumnya

Sore itu Binka sedang mengunjungi satu rumah yang mana pemiliknya itu sudah beberapa hari tidak masuk sekolah setelah kejadian itu. Gadis ini tahu persis bagaimana rasanya berada di posisi tersebut, namun tekadnya sudah bulat dan ia ingin mengakhiri semuanya.

Tok tok tok – pintu kamar beberapa kali diketuk oleh Binka, ia ditemani oleh ibu si pemilik kamar.

"Nak buka pintunya ada temanmu, namanya Binka," ucap ibu itu.

Tak lama pintu tersebut terbuka dan ibu itu langsung terkejut melihat kondisi anaknya. Ibu itu hendak menghampiri anaknya namun ditahan oleh Binka.

"Tante biar saya saja, saya tau apa yang harus saya lakukan. Saya janji pasti bakalan buat Melisa kembali seperti dulu lagi."

"Baiklah, tante mohon ya nak Binka."

Binka menganggukkan kepalanya bertanda mengerti, lalu ia masuk ke dalam kamar Melisa itu dan kini keduanya duduk di atas kasur.

"Mel," ucap Binka lirih sembari memeluk Melisa dengan erat, ia juga ikut sedih.

"Maafin gue, gara-gara gue lo jadi gini."

Perkataan Binka sontak membuat Melisa menangis, jujur ia trauma sekali. Selama hidupnya ia tidak pernah mengalami kekerasan dan diancam segitunya sampai menggangu mentalnya.

"Mel liat gue."

Kini Binka melepaskan pelukan itu, merapikan rambut Melisa juga mengusap air mata gadis rapuh ini.

17 Tahun (Lalu) - Asahi RyujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang