Sedari tadi Asahi terlihat sibuk di kamarnya, ia bahkan menghabiskan satu jam lamanya hanya untuk memilih baju. Bukan karena alasan "tidak memiliki baju" namun karena ia tidak yakin dengan penampilannya. Seperti setiap baju yang ia coba membuatnya tidak terlihat bagus.
Perlu diketahui kalau ini pertama kalinya bagi Asahi seperti itu, biasanya dia selalu asal saja menggunakan baju sesuai yang ia inginkan namun rasanya hari ini berbeda. Entah karena memang bajunya atau ia yang sedang gugup.
"Kenapa lo jadi gini ini sih Sa?" gerutu Asahi sembari menatap pantulan dirinya di depan cermin.
Asahi duduk di kasur sembari pandangannya masih melihat isi lemari yang sudah sangat berantakan itu. Tiba-tiba saja pandangannya tertuju pada baju yang tergantung di paling sudut lemari dan ia langsung mengambilnya.
"Oke boleh lah."
Setelah berkata begitu, ia langsung berjalan menuju kamar mandi dengan senyuman selalu terhias di wajahnya. Walaupun ia gugup, ia juga bahagia. Asahi sudah tidak sabar untuk menemui orang yang ia sayang.
Kini Asahi sudah siap, penampilan dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Sebelum keluar kamar, ia tak lupa pada barang yang sudah ia beli sebelumnya. Barang itu selalu tersimpan rapi dan akhirnya ini waktu yang tepat untuk memberikannya.
Saat baru saja keluar kamar dan akan menuruni tangga, ia berpapasan dengan Lia yang baru saja keluar dari kamarnya juga. Adik kakak ini memang memiliki kamar di lantai yang sama.
"Wih wangi banget hari ini Sa, rapi juga. Ganteng ya adik gue ini."
"Selama ini mata kakak buta ya?"
"Ih jelek ya omongannya," ucap Lia sembari mencubit lengan adiknya itu.
"Iya iya maaf kak."
Asahi dan Lia sudah berjalan menuruni tangga, sesekali mereka juga saling mengobrol.
"Kak gimana sama kak Jaemin?"
"Dia udah telfon gue kok, katanya hari ini mau ke sini."
"Kak, jujur gue gak mau liat lo nangis lagi."
"Jaemin terpaksa Sa lakuin itu."
"Iya gue tau, tapi..."
"Lo tenang aja ya, Jaemin itu tulus sama gue Sa. Bukannya gue bucin atau apa, tapi firasat gue yang bilang gitu. Gue lebih sakit kalau gak sama dia."
Asahi menghentikan langkahnya, begitu pula Lia. Padahal mereka belum sampai di lantai bawah.
"Kenapa sih lo liatin gue segitunya?" tanya Lia heran, namun bisa ia lihat kalau tatapan Asahi padanya sangat tulus.
"Setelah ibu gak ada, lo yang selalu jagain gue. Lo itu..."
Grep – perkataan Asahi terhenti karena tiba-tiba Lia memeluknya.
"Makasih Sa lo udah khawatir sama gue, jujur gue tersentuh banget. Selama ini lo selalu dingin, walau gue tau itu bukan sifat lo yang sebenarnya. Tapi ternyata sekarang sifat dingin itu udah berubah dan gue bersyukur banget."
Lia melepaskan pelukannya lalu memegang pundak Asahi dan setelahnya mengusap lembut rambut adiknya itu.
"Anak baik, ibu pasti bangga sama lo Sa," ucap Lia sembari tersenyum.
Asahi mengangguk membalas perkataan Lia dengan tersenyum juga dan kini keduanya mulai berjalan menuruni tangga kembali.
"Sa lo mau kemana sih, kepo nih."
"Kencan," balas Asahi enteng kemudian berjalan lebih cepat meninggalkan Lia yang kini bengong saja.
"Kencan? Oh my god, lo mau pergi sama Ryujin?" teriak Lia karena Asahi sudah hampir sampai di bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
17 Tahun (Lalu) - Asahi Ryujin
Fanfiction[COMPLETED] ✓ "Adakalanya kisah cinta itu tak harus selamanya dimiliki, namun cukup untuk dikenang." - 17 Tahun (Lalu) Bagaimana kisah cintamu saat berusia tujuh belas tahun? Ayah bilang cinta masa sekolah itu hanya "cinta monyet". Nanti saat sudah...