Dini hari, Dears!
Long time no see, ya ...
Gimana kabar kalian?
Sehat?
Hari ini Hara mau kasih intip kalian Additional Part 3 | Special Edition POV Eros.
Siap?
Vote, comment, and share cerita ini ke teman kalian.
Happy reading!
***
Gue enggak pernah tersentuh dengan kata-kata puitis Kahlil Gibran ataupun Chairil Anwar. Bagi gue, apa yang mereka tulis cuma seputar kalimat cheesy yang enggak jauh beda dengan gombalan lelaki. Karena mereka mengerti sastra, cara penyampaiannya saja yang berbeda. Selebihnya, maksud dan tujuannya pun sama—memikat wanita dengan permainan kata.
Namun kali ini, sepertinya gue harus mengakui kalau apa yang ditulis duo penyair itu benar adanya. Saat Alyka mengatakan ingin mengakhiri hubungan kami yang sebenarnya belum dimulai, nyawa gue seolah-olah dicabut paksa. Gue enggak berlebihan dalam mengungkapkan apa yang gue rasa. Hal itu benar adanya. Rasanya, dada gue sesak. Bahkan untuk napas saja tenggorokan gue tercekat.
Terlintas bagaimana perjuangan gue menyakinkan Pak Banyu semalam. Mati-matian gue memperjuangkan perasaan gue setelah sepenuhnya yakin siapa wanita yang hati gue mau dan pilih sebagai tempat gue pulang. Sayangnya, keyakinan gue runtuh dalam sekejap. Apa yang sangat gue takutkan benar-benar kejadian.
Gue membuang muka ke arah lain, enggak sanggup menatap Alyka lebih lama. Sepasang manik bening itu selalu sukses membuat gue enggak berdaya. Setiap gue tenggelam dalam iris hitam Alyka, keinginan untuk melindunginya membuncah. Entah kenapa, alih-alih Alyka, gue lah yang akhirnya terlihat lemah. Dan gue enggak mau Alyka menyadarinya.
Alyka tiba-tiba melepas genggaman tangannya, lalu membawa wajah gue menghadapnya. Gue sempat menolak, tapi Alyka merangkum erat rahang gue sehingga mau enggak mau, kami pun saling bersitatap.
"Eros, ayo kita akhiri semua ini. Kita mulai semuanya dari awal dengan benar. Aku ...." Alyka berhenti dan terlihat ragu untuk melanjutkan.
Pupil mata gue melebar. Gue yang awalnya pengin berlagak pura-pura enggak dengar, malah mengulang-ulang perkataan Alyka barusan demi memastikan, lalu mengambil kesimpulan. Setelah gue sadar tentang apa yang sebenarnya coba Alyka sampaikan, gue enggak butuh Alyka melayangkan kata-kata lanjutan. Dari sepenggal kalimat yang gue dengar, gue lebih dari paham.
Dada gue menggedor-gedor hebat. Aliran darah yang awalnya berkumpul di kepala dan nyaris meledakkan pembuluh darah, perlahan berdesir turun mengantarkan gelanyar lega berbalut luapan bahagia. Secepat kilat, gue menarik Alyka dan memeluknya erat. Sangat erat seakan-akan sedetik saja gue lepas, Alyka bisa berubah pikiran.
"Eros, aku belum selesai ngomong." Alyka menggeliat enggak nyaman.
"Katakan, Ly. Katakan apa pun yang kamu mau. Tapi jangan minta aku ngelepasin kamu,” tutur gue, tetap merangkum tubuh rampingnya dalam kuasa tubuh besar gue.
Perlahan tangan Alyka melingkari pinggang gue. Bibir gue mengembang penuh, tahu bahwa enggak ada lagi penolakan darinya. Detak jantung gue semakin enggak terkendali ketika kepalanya bersandar di dada gue—menyamankan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
FINDING CINDERELLA | ✔ | FIN
RomanceGhaitsa Alyka Putri mencintai sahabatnya, Naka Antasena. Sementara Naka dengan riang mengatakan telah melamar Jihan Fakirah. Tak terbayang betapa remuknya hati Alyka walau susah payah menyunggingkan senyum bahagia demi ikut merayakan hari bahagia Na...