120

29 0 0
                                        

Seekor anjing berlarian. Beberapa. Pasir menghalus di kaki. Ombak seperti biasa. Memecah sunyi dan aliran angin.

Orang-orang tak seperti seharusnya. Semacam asing yang datang dan pergi. Layaknya awan yang mulai menipis dan terburai di pojokan langit.

Beberapa pijak langkah. Tanda-tanda yang berserak. Bekas-bekas pepohonan yang terdampar. Warna kemerahan di antara abu-abu nan pucat.

Di beberapa bagian mata angin. Orang-orang duduk menikmati waktu yang mereka ciptakan sendiri. Berdua. Atau kosong.

Seperti seekor perahu yang timbul tenggelam di kejauhan. Lampu-lampu yang mengerjap di mata. Kedalaman atas yang begitu kosong dan mungil.

Bau amis angin laut. Pecahan plastik. Rumah-rumah mungil yang lusuh. Senyum kecil yang misterius. Dan lagi, seekor anjing mengedus-endus jejak perjalanannya sendiri.

Satu bintang berpijar sendirian. Tak mengeluh. Seperti apa adanya. Memadatkan hari yang mulai habis. Tenggorokan yang kering. Bayangan rasa asin yang begitu lembut di lidah.

Beberapa orang tampak agak aneh saat gelap mulai menjangkau pantai ini. Semacam siluet dari hal-hal yang tak terduga. Bersama tubuh-tubuh mungkin segala ketiadaan. Matahari yang akhirnya pun padam. Menyisakan bercak-bercak tipis di kejauhan.

Dan entah sudah berapa lama kenangan-kenangan terdampar di sini. Layaknya benang tipis kehitaman yang menjangkau ke langit. Pintu bagi roh-roh yang berkabung. Kematian yang lebih halus dari pada kehidupan.

Bali
18 November

AKU, DAN BENTANG HAMPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang