Demam. Nafas memanas bak tungku api. Tubuhku menjerit. Nyeri. Linu. Dan terasa dunia yang tak begitu menarik untuk ditinggali lagi.
Sakit, membuat segala harapan kadang menjadi terasa konyol dan menyedihkan.
Hujan begitu lama tak menampakkan diri. Tiba-tiba aku begitu rindu. Seperti orang-orang yang mendongeng di dalam tidur. Melenyapkan bagian menyedihkan dari dirinya di dunia nyata yang tak pernah diinginkan.
Perutku sakit, tubuhku bak api menjilati luka. Dan pikiran-pikiranku terhenti dalam gerak yang terbatas. Betapa tololnya kehidupan semacam ini. Seandainya tak ada rasa sakit yang bisa dirasa. Apakah dunia akan lebih baik?
Aku terlalu memaksakan diriku sendiri. Hari ini akan ada Kampung Buku. Pemutaran film oleh Goethe Institut. Diskusi-diskusi. Dan pameran seni, beberapa hari lagi, mengenang Leo Kristi yang telah berpulang.
Dan bayanganku tentang Saleh, Amsterdam, Jerman, serta lainnya, mungkin harus sedikit aku tidurkan untuk beberapa hari.
Menunggu kesembuhan. Menunggu tubuhku memulihkan dirinya sendiri. Memejamkan mata. Mengagumi bantal dan kasur untuk setiap waktu yang mungkin.