Note:
Cerita ini hanya fiktif. Nama lokasi yang digunakan juga fiktif dengan penjabaran pemandangan yang didasarkan pada tempat nyata.Selamat membaca.
...
Pandangan mata Ola tertuju keluar jendela mobil mini bus yang ia tumpangi. Pikirannya melayang, mempertanyakan apakah keputusannya untuk pergi sudah tepat?
Ada banyak hal yang ia tinggalkan di sana. Saat ini, gadis itu terus meyakinkan diri.
"Semua baik-baik aja," gumamnya.
Langkah Ola memang ekstrim dan bisa dibilang nekat. Ia tidak pernah keluar dari zona nyaman di area perkotaan. Namun beberapa waktu lalu, ia dengan sadar memilih jalan rezeki di tempat yang jauh berbeda dari sebelumnya.
Ia pergi ke tempat terpencil yang jauh dari keramaian kota. Tempat asing yang ia sendiri ragu apa bisa beradaptasi dengan mudah?
Mobil yang Ola tumpangi kini memasuki area dengan pepohonan lebat. Melewati gapura dengan tulisan "Taman Nasional" di atasnya.
Tidak ada lagi rumah serta perkampungan. Hanya pohon lebat juga beberapa kera yang bergelantungan di sana. Sulur akar juga membentuk atap lebat yang menaungi jalan raya nan mulus.
Keadaan jalanan mulai naik turun. Mobil yang tadinya melaju dengan kecepatan cukup tinggi mulai melambat karena banyak tanjakan yang harus dilewati.
Mini bus berkapasitas enam orang itu cukup penuh. Ada lima penumpang yang sama-sama naik dari bandara dengan Ola. Mereka adalah wisatawan lokal yang hendak naik gunung.
Orang-orang itu sangat sibuk merekam jalanan indah di luar sana. Sementara Ola hanya menikmatinya dengan mata. Merekam semua ke dalam otaknya.
"Di sini udaranya jauh lebih bersih. Kualitas hidupnya pasti lebih baik. Biaya hidup juga jauh lebih murah," ucap gadis itu dalam hati.
Ola berusaha menikmati perjalanan ini. Apalagi posisinya duduk di tempat paling belakang, sendirian bersama barang-barang lain.
Kali ini sopir kembali menurunkan gigi. Tanjakan semakin curam. Suasananya tampak begitu magis dengan kabut dari awan yang turun ke jalanan.
Jantung Ola berpacu dengan cepat. Meski indah, namun ia tahu medan jalannya cukup berbahaya. Jarak pandang memendek akibat kabut yang turun siang ini. Jalanan pun masih menanjak tak berkesudahan.
Laju mobil terasa semakin berat. Pak sopir kembali menurunkan ke gigi yang terendah. Namun tampaknya kesulitan dan mobil perlahan mundur.
Para penumpang memekik, tidak terkecuali Ola. Apalagi posisinya ada di paling belakang bersama tumpukan barang.
"Pak! Pak!" Jerit salah seorang penumpang yang panik.
Mobil terus mundur dan dari jendela di samping Ola, terlihat arahnya langsung menuju jurang.
Gadis itu tidak bisa berkata apa-apa. Ia memejamkan mata dan pasrah. Jika memang begini akhir hayatnya, maka ia sudah ikhlas.
Lalu...
Buk!
Mobil berhenti mundur tepat di bibir jurang setelah tersangkut di pohon yang berdiri kokoh membentengi tepi jurang serta jalanan.
Semua orang diam. Berusaha tidak bergerak agar mobil mereka tetap di tempat.
Pak sopir pun membuat panggilan telpon. Meminta pertolongan pada orang-orang kenalannya.
Jalan itu sangat sepi. Padahal ini siang hari. Jadi tidak ada orang yang melihat kejadian ini.
Hingga lampu mobil lain menyorot mereka dari arah berlawanan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Perfection (Complete)
RomanceJatuh cinta dan patah hati di hari yang sama. Itu adalah pengalaman hidup Ola yang sulit ia lupakan. Bahkan gadis itu bersumpah tidak ingin lagi bertemu orang yang membuat hatinya dibolak-balik dalam sehari itu. Siapa sangka mereka kembali bertemu...