21. Road Trip

11.6K 1.1K 34
                                    

Pagi-pagi sekali di hari Sabtu, Javas tampak sudah rapi. Lelaki itu menyangklongkan tas ranselnya. Tidak lupa memakai masker, penutup kepala, serta sarung tangan.  Siap berkendara jauh.

Lelaki itu menyalakan motor. Membiarkan mesinnya menderu agar cepat panas. Sesekali, mata Javas melirik ke arah rumah yang ditempati Ola.

Rasanya tidak benar kalau ia pergi sampai besok dan meninggalkan Ola sendirian. Apalagi tetangga gadis itu hanya dirinya saja.

"Bagaimana kalau orang gila iseng gangguin?" Gumamnya.

"Kenapa aku jadi repot mikirin sih," kemudian malah menggerutu.

Lelaki tersebut menggelengkan kepalanya. Berusaha mengenyahkan pemikiran mengganjal yang belakangan ini mengusik hidupnya.

Ia pun melajukan motor. Keluar dari pekarangan rumah dan menyusuri jalanan berbatu. Setelah sampai di jalan besar, lelaki itu memacu kecepatan motor dengan cukup tinggi. Ia tidak ingin sampai kota terlalu siang.

Dilewatinya puskesmas tempat lelaki itu bekerja. Setelah itu di kiri kanan jalan terdapat banyak penginapan untuk para pendaki.

Beberapa penginapan malah dibuat seperti villa dengan pemandangan pegunungan sebagai nilai jualnya. Orang-orang kota yang ingin beristirahat sejenak dari penat, biasanya menjadi pelanggan di sana.

Meski Javas juga merasakan sedikit kelegaan karena bisa melihat pemandangan berbeda, namun pikirannya tidak tenang.

Beberapa kali lelaki itu menghela napas. Kemudian memutuskan untuk putar balik.

Ia memacu motornya dengan kecepatan sedang. Bahkan tidak menurunkan kecepatan saat memasuki jalanan berbatu menuju rumahnya.

Sampai di depan rumah, lelaki itu terdiam. Ia seolah membeku di atas motornya. Berpikir lagi apakah harus mengetuk pintu rumah Ola yang masih tertutup itu.

"Apa dia sakit lagi?" Monolognya.

Sekitar sebulan lalu memang Ola sakit. Demamnya lumayan tinggi. Untungnya hanya sebentar. Gadis itu pulih begitu cepat dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa dalam dua hari.

"Atau cuma pura-pura sudah sehat?" Lanjut lelaki itu.

Terkadang Javas bingung dengan dirinya sendiri yang terlalu penasaran serta khawatir pada diri seorang Ola.

Tapi lelaki itu selalu bilang pada dirinya sendiri bahwa itu wajar. Ola manusia dan Javas sedikit tahu kalau hidup gadis itu agak berkerikil meski tidak tahu detailnya.

Kriek...

Jendela rumah terbuka. Ola muncul dengan rambut awut-awutan serta muka bantalnya. Jelas bahwa gadis itu baru saja bangun tidur.

Menyesal sudah Javas khawatir. Lelaki itu tidak berkata apa-apa. Berniat untuk segera berangkat saja. Lagipula buat apa mengkhawatirkan Ola, toh gadis itu sudah dewasa. Bahkan lebih tua sedikit darinya.

"Mas Javas? Beneran Mas Javas kan? Bukan ninja kayak di anime?" Ola buka suara.

Gadis itu sama sekali tidak terganggu ketika mata Javas menangkap penampilannya yang berantakan.

"Sadar dulu mbak, baru bercanda." Lelaki itu mencibir.

Baru akan memutar kunci dan menyalakan mesin, Ola kembali bicara.

"Mau kemana?" Tanya gadis itu.

"Mau tau, mau tau banget, atau amat sangat mau tau?" Tanggap Javas dengan nada bicaranya yang menyebalkan.

Ola mencebik. Ia menggembungkan pipinya dengan lucu karena tidak mendapat jawaban dari Javas.

"Bukan urusan gue lo mau kemana kok," gadis itu terlihat acuh. Sebelum balik badan untuk kembali ke kamarnya.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang