Tak banyak kata selama perjalanan dari Desa Lembah ke arah kota, tepatnya ke arah bandara. Javas tidak enak untuk bertanya macam-macam, sementara Ola terisak.
Lelaki itu hanya menghela napas. Beberapa kali menawarkan untuk berhenti guna istirahat sejenak karena mereka pergi naik motor. Pegal juga tangan Javas menarik gas.
"Ini." Javas memberikan kacamata hitam. Ia baru saja membelinya di mini market tempat keduanya sedang singgah.
"Untuk apa?" Tanya Ola. Mata gadis itu sembab dengan hidung memerah akibat menangis.
"Untuk nutupin mata Mbak Ola. Daritadi orang-orang ngelihatin. Ntar mereka pikir, saya yang bikin nangis." Javas menjawab dengan nada seakan mendumal.
Bagaimana tidak risih, sejak tadi orang-orang di mini market berbisik-bisik sambil menatapnya dan Ola secara bergantian. Sungguh, Javas tidak suka dipandang begitu. Apalagi dengan prasangka yang tidak-tidak terhadap dirinya.
Tanpa banyak protes, Ola pun memakai kacamata hitam. Setelah itu menghabiskan minumannya sebelum mengikuti Javas kembali naik motor. Melanjutkan perjalanan mereka.
Seperti di awal, suasana begitu hening. Javas hanya mendengar deru mesin kendaraan serta angin. Bedanya, Ola tidak lagi terisak seperti tadi.
Kurang lebih dua jam kemudian, motor memasuki area bandara. Javas pun langsung memarkirkan motornya di area yang sudah ditentukan.
Namun sampai motor berhenti dengan sempurna, Ola tidak kunjung turun. Membuat Javas juga terpaksa masih duduk di tempatnya.
"Sudah sampai, Mbak." Tegur lelaki itu.
Ola menghela napas dan akhirnya turun dari motor dengan tenaga yang sangat minim. Padahal tadi gadis itu seolah ingin segera pergi.
"Ada apa sih, Mbak?"
Sebagaimana pun cueknya seorang Javas, lelaki itu juga punya rasa ingin tahu. Apalagi melihat keadaan Ola yang sekarang amat berantakan.
Dengan tatapan yang selalu mengganggu Javas itu, Ola menatapmya. Gadis itu menghela napas. Tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Maka lelaki tersebut menyimpulkan jika terjadi sesuatu yang besar.
"Ayo, kalau memang mau pergi. Cari tiket di dalam aja." Ajak Javas akhirnya.
Lelaki itu memimpin jalan. Mereka keluar area parkir motor. Menyusuri koridor yang terhubung dengan terminal keberangkatan.
Orang-orang berlalu lalang. Tampak banyak sekali wisatawan asing yang baru datang maupun akan bepergian. Ini sebuah pemandangan biasa bagi Javas.
"Mas Javas," panggil Ola. Gadis itu sejak tadi berjalan mengikuti.
Ditariknya ujung jaket Javas karena lelaki itu tidak juga menghentikan langkah.
"Iya?"
Lelaki itu berbalik. Menatap Ola sekilas sebelum mengalihkan atensi ke jam tangannya.
"Balik aja yuk!"
Tiga kata yang berhasil membuat mulut Javas ternganga. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran Ola.
Tadi, gadis itu tampak kalut dan buru-buru minta diantarkan ke bandara.
Setelah dua jam bermotor, tiba-tiba...
Jika saja Javas tidak ingat pesan mamanya tentang keistimewaan wanita, lelaki itu pasti sudah meledakkan emosi.
Ia menghela napas dalam-dalam. Setelah itu berusaha agar tidak terdengar membentak.
"Bukannya Mbak Ola harus pergi?"
"Percuma. Pergi pun nggak akan sempat."
Gadis itu berucap lemah dan tertunduk. Keadaannya memang tidak lebih baik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Perfection (Complete)
Storie d'amoreJatuh cinta dan patah hati di hari yang sama. Itu adalah pengalaman hidup Ola yang sulit ia lupakan. Bahkan gadis itu bersumpah tidak ingin lagi bertemu orang yang membuat hatinya dibolak-balik dalam sehari itu. Siapa sangka mereka kembali bertemu...