09. Warm

14K 1.4K 20
                                    

Usai sarapan sederhana di sebuah warung bubur ayam, mobil yang disopiri Javas melaju di jalanan lebar antar kota.

Di dalam mobil itu juga ada papa, mama, dan Jiyad. Seperti apa yang disampaikan semalam, mereka benar-benar mengantar Ola dan Javas ke Desa Lembah.

Saat ini, Ola duduk di bangku tengah bersama Mama Kia. Begitulah mama meminta gadis itu memanggilnya.

Sementara papa duduk di sisi Javas yang memegang kemudi. Jiyad sendirian dibelakang. Remaja itu asyik sendiri memasang earphone dan tidur.

Di hari Minggu ini, jalanan tampak ramai. Orang-orang mungkin akan pergi berlibur ke tempat-tempat wisata yang ada di penjuru pulau. Biasanya mereka akan ke pantai, air terjun, atau ke Desa Lembah untuk mengunjungi agro wisata.

"Nak Ola kok bisa sampai jauh-jauh datang buat ngajar di Desa Lembah?" Tanya mama.

Sejak semalam Ola memang malu-malu dan banyak diam. Ia hanya memberitahukan asalnya. Itu saja.

"Peluangnya ada di sana, Ma. Jadi saya ambil aja," jawab Ola dengan jujur.

Ia tidak mau sok idealis dengan bilang kalau senang mengajar di desa. Bohong itu namanya. Walau bagaimana pun, akan lebih menyenangkan berada di kota dengan segala fasilitasnya.

"Iya sih, sekarang itu harus lihat peluang. Dimana aja, yang penting kita tanggung jawab menjalankannya," ujar papa dengan bijak.

Ola mengangguk dan tersenyum kecil. Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia senang bisa mengobrol santai begini dengan mama dan papa.

"Terus orang tua kamu reaksinya bagaimana waktu tau kamu pergi ngajar jauh dari mereka?" Mama bertanya lagi.

Mendengar itu Ola terdiam. Soal reaksi orang tuanya bagaimana, bisa dibilang mereka tidak peduli. Atau mungkin tidak tahu?

Inginnya gadis itu mengedikkan bahu, tapi rasa-rasanya tidak benar. Nanti mama dan papa akan bertanya lebih jauh dan Ola tidak akan sanggup menjawab.

Gadis itu tampak berpikir, ia tanpa sengaja melihat spion tengah dan mendapati Javas meliriknya sekilas.

"Mama sama papa jangan tanya-tanya hal personal gitulah," lelaki itu kemudian angkat bicara.

"Orang tua saya nggak masalah saya dimana aja," jawab Ola dengan cepat.

Ucapan Javas barusan bisa mengundang kecanggungan dan Ola tidak ingin itu terjadi.

"Baguslah," tanggap mama. "Jangan lupa sering hubungi ibu kamu ya. Supaya nggak khawatir."

Bahkan jika Ola menghilang selamanya, mamanya tidak akan peduli dan sadar. Begitulah yang mengisi pikiran Ola.

"Kalau Mas Javas sering hubungi mama sama papa?" Selanjutnya giliran Ola bertanya.

"Ya sering dong. Saya selalu kasih kabar." Lelaki itu sendiri yang jawab.

"Sering. Sesuai mood-nya mas. Tapi tiap hari mood-nya ganti-ganti. Jadi isi laporan hariannya variatif." Jelas mama.

Papa terkekeh, sementara putra mereka yang sedang menyetir tampak kesal dan memanyunkan bibir. Lucu.

"Mas jangan ngambek, udah besar." Tegur papa tapi tetap ditertawakan.

Mama sendiri hanya tersenyum cantik melihat interaksi suami dan anak sulungnya.

Tiba-tiba Ola merasa iri. Ia juga ingin punya keluarga sehangat ini. Bisa bergurau, bisa saling bertukar cerita. Bahkan berdiskusi. Gadis itu benar-benar akan sangat bahagia jika bisa punya keluarga seperti milik Javas.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang