30. Let's Try

11.1K 1.2K 77
                                    

Sebenarnya Ola sangat malu bertemu mamanya Javas. Dua hari lalu, ia dan Javas menjadi tontonan mama dan papanya. Iya, ketika Ola salah mengira dan merajuk waktu itu.

Sejak itu, mamanya Javas selalu tersenyum aneh saat bertemu dengannya.

Ini juga menjadi alasan Ola berlama-lama berada di sekolah. Padahal kelas tambahan sudah berakhir beberapa waktu lalu.

Sore telah menyapa sejak tadi. Malah, sebentar lagi petang akan datang. Namun gadis itu masih duduk di taman sekolahan sendirian.

Suara kawanan burung camar yang terbang di langit sore menambah syahdunya suasana.

Beberapa kali Ola menghela napas. Pikiran dan perasaan gadis itu terganggu akibat Javas. Ia menjadi lebih banyak melamun sampai tidak sadar orang-orang menggosipinya di depan.

Baguslah, jadi beban pikiran Ola tidak bertambah.

Masalahnya sekarang, bagaimana ia pulang. Tidak mungkin menunggu gelap agar tidak bertemu dengan mamanya Javas, bukan?

Gadis itu mengadahkan kepala. Memandang langit yang mulai menguning.

"Bu Ola, pagar SD mau saya gembok," ucap Pak Iwan, penjaga sekolah.

"Oh, iya pak." Gadis itu pun tersadar. Ia harus segera pulang.

"Semangat ya, Bu Ola. Jangan dengerin omongan cewek-cewek iri," lanjut Pak Iwan.

Pak Iwan usianya sudah lanjut. Meski begitu, beliau sangat gesit mengurusi sekolah. Mulai dari merawat taman di halaman, juga membersihkan kaca-kaca ruang kelas.

Biasanya urusan menyapu dan mengepel lantai kelas diserahkan pada masing-masing murid serta guru.

Ola pun pamit. Ia melangkah santai keluar dari halaman sekolahan. Terpaksa ia harus kembali ke rumah.

"Semoga pada di dalam rumah," gumam gadis itu.

Sambil berjalan santai, Ola juga menikmati dinginnya angin yang berhembus. Pemandangan hijau ladang serta perbukitan juga membuat perjalanannya menyenangkan.

Sesekali gadis itu berhenti untuk mengambil foto bunga warna-warni yang tumbuh di pinggiran ladang.

Rumput liar yang merambat di parit irigasi juga menjulur sampai ke jalan. Ola kembali berhenti. Gadis itu berjongkok untuk memetik beberapa buah liar yang ia kenali.

"Baru pulang, Ola?" Mama Kia menyapa lebih dulu saat gadis itu akhirnya tiba di halaman.

"Iya, ada kelas tambahan buat anak-anak kelas enam," balas Ola. "Saya masuk dulu," pamitnya kemudian.

Ketika sedang sibuk membuka pintu, mama kembali bersuara.

"Nanti ikut makan di rumah ya. Nggak boleh nolak. Soalnya besok mama pulang."

Gadis itu berbalik, "iya."

Meski sebenarnya Ola enggan karena masih merasa malu. Tapi mau bagaimana lagi. Sejak kemarin ia selalu beralasan untuk menolak makan bersama.

Ola pun segera masuk ke dalam rumah. Karena akan bertandang untuk makan malam, maka ia segera mandi. Tidak enak bukan jika ia datang dalam keadaan bau keringat dengan wajah kusam.

.
.
.

Petang ini sama saja suasananya. Gelap di luar sana dengan udara dingin menembus tembok rumah. Meski rasanya tidak sampai sedingin saat berada di luar ruangan.

Ola telah siap memakai sweater rajut warna biru pastelnya. Ia keluar rumah dan segera berlari kecil menuju rumah sebelah.

Seperti biasa, gadis itu menerima sambutan hangat dari wanita paruh baya yang masih tampak sangat cantik di usianya yang tidak lagi muda.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang