08. Different Side

14.2K 1.4K 57
                                    

Buat yang sudah baca work sebelum ini, pasti kenal sama beberapa tokoh yang akan muncul dalam chapter ini.

...

Krik krik krik

Suara jangkrik di luar rumah seolah menembus tembok dan melingkupi suasana meja makan di rumah orang tua Javas.

Ola duduk dengan canggung. Menatap pada dua orang yang lelaki itu panggil mama dan papa. Iya, kedua orang tua Javas.

Sekarang Ola paham darimana wajah tampan itu didapatkan. Mama Javas sangat cantik dan mirip sekali dengan putra sulungnya itu. Papanya begitu tampan meski sudah menginjak usia lima puluh tahun.

Belum lagi adiknya, Jiyad. Meski masih enam belas tahun tapi sudah terlihat bibit ketampanannya.

"Adek pikir Mas Javas bawa lari Mbak Ola. Ngikutin adat sini gitu," ujar Jiyad.

Tadi saat di pintu masuk dua kakak adik itu sedikit bergelut. Jiyad berseru, menuduh kakaknya membawa lari Ola untuk dinikahi.

Well, adat tempat mereka berpijak saat ini memang begitu. Gadis yang akan dinikahi seorang lelaki akan "diculik" sesuai kesepakatan.

"Kalau kayak gitu pasti Mas Javas udah kasih tau mama, Dek. Lagipula tadi Mas Javas udah kirim pesan kok." Mama, begitu wanita cantik tersebut menyebut dirinya, tersenyum hangat pada Ola. "Maaf ya, Ola. Adek memang suka begitu."

Ola bingung harus menanggapi bagaimana. Ia hanya bisa tersenyum canggung sambil mengatakan, "nggak apa-apa, Tante."

"Panggil aja mama. Semua teman Mas, abang, kakak, sama adek, manggilnya mama," jelas mama Javas.

"Iya, santai aja." Kali ini papa Javas ikut angkat bicara. Sejak tadi bapak empat anak itu lebih banyak menyimak.

Keluarga ini sangat hangat menyambut Ola. Mereka sama sekali berbeda dari Javas yang bermulut tajam. Bagaimana mungkin seorang Javas dibesarkan oleh orang tua seperti mereka?

"Ayo dimakan dulu, pasti pada lapar kan." Mama Javas bahkan menuangkan nasi ke piring Ola.

Gara-gara itu, Ola jadi terharu. Ia tidak pernah diperlakukan begini sebelumnya. Mamanya selalu sibuk sendiri. Bertanya apa Ola sudah makan pun tidak pernah.

"Javas nanti bersihin kamar tamu buat Ola tidur," ucap papa.

Hal yang mengherankan adalah Javas menurut, "iya, Pa."

Mata Ola memicing. Sejak mereka menginjak kaki di rumah ini, Javas memang agak berbeda. Lelaki itu selalu patuh apa kata orang tuanya. Bahkan tidak melemparkan komentar atau bicara aneh-aneh tentang Ola.

"Besok kalau Wira sibuk, papa aja yang anterin. Atau sekalian aja deh mama sama adek ikut. Lumayan bisa refreshing." Mama tampak bersemangat. Saat bicara matanya sampai berbinar.

Cara bicaranya, mimik wajah, sampai cara menatapnya mirip seperti Javas. Hanya jauh lebih lembut saja. Andaikan Javas juga lembut seperti mamanya. Bisa jadi Ola akan kembali terpesona.

"Ya mana baiknya aja, Ma." Javas tidak membantah.

Biasanya banyak yang menolak. Apalagi Javas adalah lelaki dewasa. Pasti ada rasa gengsi diantarkan oleh orang tuanya dong.

"Apa mungkin ini hanya bagian dari pencitraannya?" Tanya Ola dalam hati.

Acara makan malam yang sedikit terlambat itu usai setengah jam kemudian. Sebagai tamu tak di undang, Ola tahu diri. Ia segera membantu adik Javas mengangkat peralatan makan kotor.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang