31. They Should Know

12.1K 1.2K 132
                                    

Sudah hampir sebulan berlalu setelah kesepakatan Ola dan Javas yang status mereka menjadi lebih dari teman. Namun, entah bagaimana Ola harus mendeskripsikan hubungan mereka sekarang.

Pacaran?

Well, itu terdengar terlalu kekanakan. Lagipula mereka tidak tampak seperti "pacaran".

Sepasang kekasih?

Terdengar menggelikan. Apalagi sejauh ini yang tampak menggebu-gebu hanya Javas. Ola malah santai saja dan kalau bisa jangan terlalu diperlihatkan.

Gadis itu masih memikirkan kenyamanannya tinggal dan bekerja di Desa Lembah. Ia tidak ingin orang-orang semakin memusuhinya karena tahu ada hubungan spesial antara dia dan Javas.

Untungnya, Javas dan Ola sama-sama sibuk belakangan ini. Javas seringkali harus pergi ke kota. Sementara itu, Ola sibuk menyiapkan ujian akhir semester untuk murid-muridnya.

Seperti hari ini, Ola baru bersiap pulang saat sore hari. Meski ujian sudah usai, tapi gadis itu sibuk memeriksa hasilnya. Ia tidak mau membawa pekerjaan ke rumah. Jadi, Ola dan beberapa rekan gurunya yang sepemikiran berdiam diri sampai sore.

"Akhirnya," gumam gadis itu saat ia telah selesai memeriksa lembar terakhir.

Karena sudah lelah, ia segera merapikan meja. Tujuannya adalah pulang, mandi, lalu rebahan. Hanya membayangkan saja rasanya tubuh Ola sudah rileks.

Oh iya, sekarang gadis itu sudah tidak peduli lagi apa kata orang. Ia menjadi terbiasa dijauhi guru-guru muda dan lebih banyak berinteraksi dengan guru senior. Juga, tidak peduli dengan Bu Irma yang hingga detik ini tidak mau menyapa Ola.

Kekanakan.

Begitu yang Ola pikirkan. Namun, itu juga yang menjadi pertimbangannya untuk tidak mengumbar hubungan dengan Javas. Pasti Bu Irma akan semakin marah padany. Bagaimanapun, Ola sadar diri. Bu Irma juga mengerahkan segala usaha untuk mendekati Javas sejak lama. Lalu ia datang dan menyalip antrian.

"Saya pamit duluan," ujar gadis itu pada guru lainnya.

Sekilas, Ola menatap Bu Irma. Lalu segera pergi karena lelah di tubuhnya tidak lagi tertahankan.

Mata Ola memicing saat ia melangkah menyerbangi halaman sekolah yang luas untuk menuju gerbang depan.

Tepat di depan gerbang ada Javas yang duduk di atas motornya. Lelaki itu tampak tersenyum lebar dan melambaikan tangan.

Senyum Ola juga sedikit terukir. Setelah itu, ia menjadi waspada dan mempercepat langkah menghampiri Javas.

"Ngapain?" Tanya gadis itu dengan mata melebar begitu melewati gerbang.

"Ya jemput kamulah. Tadi pas baru balik dari kota, aku lihat rumah sepi banget. Jadi aku pikir pasti kamu belum pulang," tutur Javas.

Lelaki itu menyerahkan helm pada Ola.

"Jangan gini. Kalau kelihatan guru lain gimana?" Jelas sekali gadis itu terdengar resah.

"Ya nggak apa-apa. Malah bagus kalau semua pada tau," ucap Javas.

"Nggak bagus buat aku," gerutu Ola.

Sejak awal, Ola memang menentang ide Javas untuk membuat pengumuman tentang mereka. Makanya, mereka diam-diam saja dan menjalani hari seperti biasa. Hanya saja Javas seringkali sengaja memperlihatkan bagaimana ia memberi perhatian lebih pada Ola.

"Ini mau kemana?" Tanya gadis itu ketika motor Javas melau melewati belokan ke rumah.

"Kita beli makan dulu. Laper banget. Kamu nggak laper apa?" Seru Javas.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang