Langkah Ola lebar-lebar ketika sampai di sebuah lapangan parkir. Jantungnya berdebar tak karuan dengan air muka yang mengeras.
Hari masih cukup pagi ketika gadis itu sampai di Ibu Kota. Ia pun dengan segera menuju destinasi yang sebelumnya sudah diberitahukan via telepon.
Gadis itu masuk ke salam bangunan bertingkat dengan banyak orang beeseragam cokelat berlalu lalang.
Matanya memindai untuk mencari sebuah ruangan. Langsung saja kakinya melangkah ke ruangan yang cukup ramai tersebut.
Ia mematung di dekat pintu saat wanita dengan keadaan berantakan serta penuh lebam di wajahnya menoleh.
"Kenapa baru datang?" Protes wanita paruh baya tersebut.
Perlahan, kaki Ola melangkah untuk mendekat. Tangannya mengepal karena menahan emosinya. Napas gadis itu pun memburu dibuatnya.
"Kenapa bisa gini?" Pertanyaan itu yang keluar dari mulut Ola.
"Kenapa? Gara-gara kamu mengabaikan mama. Mama berulangkali kirim pesan untuk cepar-cepat kirim uang. Gara-gara kamu mama jadi babak belur dan harus tertahan di kantor polisi sialan ini!" Nada bicara wanita yang Ola panggil mama itu meninggi.
Beberapa petugas polisi yang ada di ruangan itu menatap mereka.
Ola masih berdiri dengan berkacak pinggang, "mama mintanya nggak masuk akal."
"Nggak ada yang nggak masuk akal. Kamu harus bayar sebagai balasan mama besarin kamu."
Tidak. Mama tidak pernah membesarkannya. Ola dibesarkan oleh nenek. Bahkan uang sekolah pun tidak pernah sepeserpun ia diberi. Kuliah saja, Ola mengandalkan beasiswa dan harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sayang, lidah gadis itu sangat kelu hanya untuk memuntahkan unek-uneknya.
"Sekarang bayar jaminannya supaya mama bisa keluar dari tempat ini," titah mama.
"Lebih baik mama ditahan di sini aja," tutur gadis itu.
Mata mama jelas membelalak sebelum kembali meledak.
"Dasar anak nggak tau diuntung!" Serunya. Kemudian berdiri dan menoyor kepala Ola. "Nggak tau diri! Pembawa sial!"
Ola sudah kenyang dengan kata-kata itu. Ia juga tidak melawan saan mama menoyornya terus menerus. Sudah biasa.
Untungnya, petugas polisi di sana menarik mama.
"Lepas! Saya harus kasih pelajaran untuk anak kurang ajar ini!" Ronta wanita paruh baya itu.
"Masukin penjara aja, Pak," ucap Ola dengan nada dingin.
Gadis itu berbalik badan dan segera pergi dari ruangan itu.
Jalannya sangat cepat hingga ia berada di lobi depan kantor polisi. Seakan energinya hilang, gadis itu berjongkok. Ola menutup wajahnya dan mulai menangis.
Tangis itu merupakan ratapan akan berantakannya hidup yang ia punya. Berada di tempat itu, hanya membuka kembali kenangan lamanya yang menjadi titik balik kehancuran keluarga.
Hari itu, saat semuanya jatuh ke dalam lubang tak berdasar. Saat itu, ketika mama mulai meneriaki dan menyalahkannya atas semua yang terjadi.
"Mbak."
Salah seorang polisi menepuk bahunya.
Cepat-cepat gadis itu menyeka air mata. Kemudian berdiri guna menghadapi polisi tersebut.
"Iya?"
"Pelapornya sudah menunggu," ujar polisi itu.
Ola pun diarahkan untuk masuk ke ruangan lain. Di sana ada dua wanita paruh baya dengan dandanan heboh. Mereka juga ditemani lelaki berjas rapi yang mungkin adalah pengacara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Perfection (Complete)
RomansaJatuh cinta dan patah hati di hari yang sama. Itu adalah pengalaman hidup Ola yang sulit ia lupakan. Bahkan gadis itu bersumpah tidak ingin lagi bertemu orang yang membuat hatinya dibolak-balik dalam sehari itu. Siapa sangka mereka kembali bertemu...