Sebelum mulai cerita bonusnya, aku mau bilang kalau cerita baru sudah publish!Ceritanya masih satu universe dengan ceritanya Mas Javas dan Mbak Ola. Tokohnya juga sudah dispoiler di beberapa bab.
Bagi yang berminat baca, bisa langsung mampir.
Terima kasih!
- - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Bisa bersama dalam waktu cukup lama itu sebuah anugerah bagi Ola dan Javas. Apalagi selama setahun belakangan, mereka menjalani hubungan Long Distant Marriage.
Memang sulit rasanya. Terlebih komunikasi mereka tidak bisa lancar karena keadaan tempat Javas bekerja masih susah jaringan.
Namun, hari ini Ola bisa tersenyum lebar. Ia telah bersiap sejak subuh untuk menjemput lelakinya di bandara.
Kali ini, Javas akan pulang dan menetap bersamanya. Mereka akan tinggal bersama layaknya pasangan lain di luar sana.
Jantung Ola berdebar kencang kala melihat di layar kalau pesawat yang ditumpangi Javas telah mendarat.
Rasa senang dan gugup bercampur jadi satu. Jelas sekali kalau Ola senang bisa bertemu lagi dengan sang pujaan hati. Namun, ada rasa gugup yang terselip waktu sadar kalau mereka akan terus bersama.
Mungkin, Ola terbiasa dengan hubungan LDM yang beberapa waktu ini telah dijalani. Jadi rasanya akan aneh jika Javas akan tinggal seterusnya bersama Ola.
Area terminal kedatangan tampak mulai ramai. Orang-orang yang baru saja mendarat berbondong keluar membawa barang-barang mereka.
Di kerumunan para penjemput, Ola menunggu dengan resah. Ia berharap agar Javas segera terlihat agar dirinya menjadi tenang.
Benar saja, lelaki itu berjalan dengan gagahnya sambil menggeret dua koper besar. Mata cerah berbinar milik Javas menyapu ke arah kerumunan penjemput.
Sempat celingukan, tapi akhirnya lelaki itu tersenyum lebar tatkala tatapannya terkunci dengan tatapan Ola.
"Kangen," ujar lelaki itu saat sudah berdiri di hadapan Ola.
Tidak lupa, ia memeluk wanitanya dengan erat. Tidak peduli jika beberapa pasang mata menatap mereka dengan tatapan menghakimi dan penuh rasa iri.
"Duh... jangan gini lah, Mas. Malu di tempat umum."
Ola melepaskan diri dari pelukan lelaki itu sambil mendorong dadanya pelan.
"Kalau di tempat privat ya nggak gini, Cinta," kata Javas. Ekspresi jahilnya keluar disertai seringai menyebalkan.
"Apaan sih."
Bohong kalau Ola tidak merona. Ia pun membuang muka dan mengambil alih satu koper Javas untuk digeretnya menuju parkiran.
"Ini kamu serius nyetir sendiri?" Tanya Javas tidak percaya.
Ola baru belajar menyetir tiga bulan lalu saat Javas libur dan pulang ke wanitanya. Selama seminggu Ola mendesak untuk diajarkan menyetir hingga bisa, tapi tidak cukup mahir.
"Iya dong... aku juga udah punya SIM," kata Ola. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan card holder. Kemudian membukanya untuk memamerkan SIM A yang dua minggu lalu ia dapatkan.
"Terus ini kamu nyetirin aku?"
"Iyalah. Ya kali aku dorong."
Keduanya terkekeh. Javas tampak letih untuk melarang Ola menyetir hingga sampai rumah. Lagipula, wanita itu bisa sampai bandara dengan selamat, artinya memang Ola bisa.
Oh iya, sewaktu Javas libur tiga bulan lalu, mereka telah melakukan diskusi panjang tentang kehidupan masa depan. Keduanya sepakat untuk menetap di tanah tempat Javas dibesarkan. Sementara papa dan mama Javas menetap di Desa Lembah untuk menikmati masa pensiun sekaligus mengelola villa dan ladang milik mereka.
Maka, selama dua bulan ini, Ola tinggal bersama mamanya di rumah orang tua Javas yang ada di kota.
Rasanya, Ola juga lebih nyaman tinggal di kota kecil yang tidak begitu ramai. Lagipula, ia bisa tetap bekerja dari rumah.
"Kemarin si Epin mampir. Katanya bulan depan mau ngelamar pacarnya gitu," cerita Ola saat mereka sudah di jalan menuju pulang.
"Epin punya pacar?" Kening Javas mengerut.
"Punyalah. Adik kamu ganteng gitu mustahil nggak ada pacarnya. Si Opan aja udah berbuntut satu. Paling adek juga ada, tapi belum spill aja," cerocos Ola.
Daripada bertemu Javas, Ola memang lebih sering bertemu dengan adik-adik iparnya. Bahkan, ketika masih tinggal di Jogja beberapa bulan lalu, Epin dan Jiyad sering datang untuk liburan katanya. Maka tidak heran kalau Ola jadi dekat dengan mereka. Kecuali Opan yang memang sudah berkeluarga dan jarang bertemu karena domisilinya di Jakarta.
"Aku juga ganteng, tapi dulu nggak punya pacar," timpal Javas.
"Terus aku apa kalau dulu bukan pacar?"
Ola menoleh sesaat ke arah Javas. Sebelum kembali fokus ke jalanan di depannya.
"Calon istri yang sekarang udah jadi istri," gombal lelaki itu.
Ola tertawa kecil. Pipinya merona, tapi ia tidak mau repot-repot menyembunyikannya. Toh, Javas sudah terbiasa melihat bagaimana Ola setelah digodanya.
"Terus, kata Cherry, dia sama Wira juga mau balik ke sini. Nanti kamu sama Wira bakalan kerja bareng di rumah sakit dong?"
"Iya. Cuma beda departemen aja. Aku kan di IGD tugasnya."
Ola mengangguk. Ia tidak menoleh sama sekali untuk menanggapi ucapan Javas karena mobil mereka sudah memasuki jalanan yang cukup ramai.
Sebaliknya, Javas terus menatap profil samping Ola dengan tatapan hangatnya. Lelaki itu tersenyum kecil ketika Ola menggerutu akibat pengendara motor yang menyalip mobil mereka dengan sembarangan.
Lelaki itu merasa benar-benar sudah berada di rumah. Baginya, rumah bukanlah sebuah tempat. Rumah adalah tujuan, dan tujuan Javas adalah Ola.
"You know what, Cinta?" Ujar lelaki.
"Know what?" Tanggap Ola.
"I love you so much," tutur lelaki itu.
"I know, and welcome home."
Mobil telah berhenti sepenuhnya di depan rumah berlantai dua yang sangat tidak asing bagi Javas.
Wanita itu membuka sabuk pengamannya lalu mencium sekilas bibir Javas sebelum keluar dari mobil.
Bagaimana? Apakah mereka sudah cukup uwu?
Sekarang aku mau fokus ke cerita yang baru. Bagi yang mau baca cerita baruku, bisa langsung cek ke profil ya. Thank you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Perfection (Complete)
RomanceJatuh cinta dan patah hati di hari yang sama. Itu adalah pengalaman hidup Ola yang sulit ia lupakan. Bahkan gadis itu bersumpah tidak ingin lagi bertemu orang yang membuat hatinya dibolak-balik dalam sehari itu. Siapa sangka mereka kembali bertemu...