Udara semakin terasa dingin. Sore sebentar lagi akan berganti menuju petang. Namun Ola masih sibuk mondar-mandir mengisi air di penampungan agar ia bisa masak dan menggunakan toilet.
Sementara itu, Javas sedang menarik katrol timba. Lalu memasukkan air di ember kecil yang sudah ia ciduk dari sumur.
"Kayaknya lebih ringan nimba deh," protes Ola.
"Jangan anggap enteng, Mbak. Ini tuh butuh kekuatan juga kesabaran dan ketelitian," tanggap Javas.
Seperti yang lelaki itu bilang di awal sore tadi. Ia akan menimba air untuk Ola. Namun ternyata Ola malah harus mengangkat ember dan mengisi tangki penampungan air.
Masalahnya, tangki yang bisa memasok air untuk dua rumah itu ukurannya besar. Rasanya akan memakan waktu lama untuk diisi hingga penuh.
"Kenapa nggak dibenerin aja sih, mesinnya?" Protes gadis itu lagi.
"Tukangnya baru bisa besok."
Mendengar jawaban Javas, Ola berdecak kesal.
"Kenapa juga pas masih nyala airnya nggak diisi di tangki?"
"Nggak kepikiran."
Bolehkah Ola mendorong Javas ke dalam sumur sekarang juga? Gadis itu sudah begitu gemas dibuatnya.
Langit sore itu semakin gelap. Javas berhenti menimba. Air sudah terisi lebih dari separuh.
"Cukuplah segitu." Lelaki tersebut berkacak pinggang.
Sementara Ola sudah terengah karena harus jalan bolak-balik membawa ember. Memang jaraknya tidak jauh, hanya beberapa meter, tapi harus menaiki tangga karena letak tangkinya di atas.
"Maghrib dulu, Mbak." Javas menimba sekali lagi untuknya berwudhu. Ola pun masuk rumah lewat pintu samping.
Petang di Desa Lembah sangat sepi. Orang-orang memilih berdiam diri di rumah menghalau dingin. Paling keluar untuk ke masjid atau mencari makan. Tidak ramai seperti di kota.
Selepas beribadah, Ola memutuskan duduk di sofa. Ia membuka laptop dan memutar drama korea yang telah ia unduh tadi di sekolah. Lumayan, numpang internet cepat.
Mungkin ia akan mengusulkan Javas memasang sambungan internet saja agar lebih mudah streaming untuk ke depannya.
Sedang asyik menonton, tiba-tiba listrik mati. Semua menjadi gelap. Napas Ola menjadi tersengal dibuatnya.
"Kenapa malah mati listrik sih?"
Gadis itu meraba sofa dan meja. Ia berusaha mencapai pintu. Ponselnya ada di kamar, sementara laptopnya ia pakai dengan melepas baterainya. Jadi sejak tadi laptop itu menyala langsung menggunakan aliran listrik.
"Mas Javas!" Panggil Ola setelah berhasil mencapai pintu.
Namun tidak ada tanda-tanda kalau lelaki itu akan keluar dari rumah.
"Mas! Ada di rumah kan ya?" Panggil gadis itu lagi.
Kalau dilihat, motornya ada. Apa iya lelaki itu pergi tanpa motornya?
Takut sendirian di kegelapan dan teringat orang gila iseng, ia pun segera masuk dan mengunci pintu. Gadis itu kembali berjalan meraba tembok untuk mencapai kamar.
"Mbak Ola?" Itu suara Javas.
Urung mengambil ponsel, Ola kembali ke pintu depan. Ia membuka kunci dan bernapas lega saat sosok Javas berdiri di hadapannya.
"Dari mana aja sih? Saya panggilin dari tadi nggak jawab?"
Lelaki itu menatap Ola sebelum mengarahkan senter dari hape ke area gelap pekat di sekitar rumah. Hal itu untuk memastikan tidak ada orang gila iseng.

KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Perfection (Complete)
RomanceJatuh cinta dan patah hati di hari yang sama. Itu adalah pengalaman hidup Ola yang sulit ia lupakan. Bahkan gadis itu bersumpah tidak ingin lagi bertemu orang yang membuat hatinya dibolak-balik dalam sehari itu. Siapa sangka mereka kembali bertemu...