"Maaf ya, roti tawarnya agak gosong. Tadi api kompornya terlalu besar," ujar Cherry sambil cengengesan.
Langit sudah kembali terang. Kawan-kawan Javas juga sudah terjaga ketika Ola kembali sendirian ke villa. Sementara Javas entah mampir kemana.
"Salah emang nyerahin urusan dapur sama Cherry," cibir Juan.
"Char Cher, Kak Cherry! Dia lebih tua, Juan," tergur Wira.
"Pak dokter sewot banget sih, orang si Cherry santai," sewot Juan.
Wira mendengus sebal. Untung saja ada Dendra yang menenangkan dengan menepuk pelan punggung sang sahabat.
"Mbak Ola pasti bisa, kan tinggal sendiri. Coba minta ajarin," celetuk Yuda.
Tatapan Cherry tertuju pada Ola. Sementara gadis yang ditatap hanya cengengesan.
Mana ada cerita kalau Ola jago masak. Iya, masak mie instan. Mungkin lumayan juga kalau hanya sekedar menggoreng telur atau sosis.
"Mau belajar apaan dari Mbak Ola? Dia aja payah." Itu suara Javas. Lelaki itu baru saja masuk ke dalam villa sambil menenteng bungkusan plastik.
"Apa itu, Jav?" Tanya Dendra.
"Sarapan," jawab lelaki itu. Ia meletakkan kantong plastik berisi nasi bungkus. "Semua menunya sama ya, ayam sambal."
Kini, Ola tahu, kalau Javas mampir untuk membeli sarapan. Entah di warung mana sebab tadi Ola berjalan lebih dulu di depan.
Ngomong-ngomong soal pertanyaan tentang alasan Javas suka pada Ola, itu belum dijawab. Entahlah apa yang membuat Javas berpikir untuk itu.
Rasanya, Ola jadi ragu dengan pernyataan Javas semalam. Perlakuan lelaki itu juga tidak seperti orang yang suka padanya. Sukanya mengejek, lalu membanting ucapan Ola saat sedang bicara.
Jika dibandingkan dengan apa yang ditunjukkan Dendra dulu padanya, mustahil kalau Javas benar suka.
Dulu, Dendra selalu memberikan perhatian lebih. Entah itu memberikan roti sebagai sarapan, bertanya kabar setiap bertemu, atau mengantarkan pulang ketika jam kuliah usai. Sayang, Ola saat itu tidak tertarik. Waktunya telah habis untuk belajar dan bekerja paruh waktu.
"Terbaik memang Mas Javas ini," puji Bang Yuda. Kedua jempol tangannya ia acungkan ke arah Javas.
"Ola suka pedas?" Tanya Dendra.
Lelaki itu tidak tahu banyak tentang Ola. Meskipun dulu pernah satu kelas dan sempat menaksirnya.
"Lumayan," jawab gadis itu.
"Jago dia makan pedas," timpal Javas.
Heran, tidak bisakah Javas diam saja tanpa perlu menanggapi apa pun saat orang bertanya pada Ola?
Gadis itu melotot pada Javas. Tapi tidak digubris. Malah, lelaki itu tertawa kecil. Seakan puas telah mengejek Ola di depan teman-temannya.
Untuk sementara, pertikaian dapat dihindari. Mereka lebih memilih menikmati menu sarapan. Setelah itu mulai berkemas untuk kembali pulang.
.
.
.Pulau kecil itu kembali ramai di jam sembilan pagi. Para wisatawan sudah keluar dari peraduan mereka. Sementara banyak juga turis yang baru datang menaiki perahu maupun speed boat.
"Hah," helaan napas Ola terdengar jelas.
Gadis itu resah karena harus kembali meniki boat. Ia takut, tapi sebisa mungkin menahan ketakutannya itu.
"Kita naik speed boat kayak kemarin," ucap Javas. Lelaki tersebut seolah tahu apa yang membuatnya resah.
Di jam sembilan pagi ini, para rombongan Melody telah keluar dari villa. Kecuali Bang Yuda yang memang tinggal di pulau ini karena harus mengurus usahanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Perfection (Complete)
RomanceJatuh cinta dan patah hati di hari yang sama. Itu adalah pengalaman hidup Ola yang sulit ia lupakan. Bahkan gadis itu bersumpah tidak ingin lagi bertemu orang yang membuat hatinya dibolak-balik dalam sehari itu. Siapa sangka mereka kembali bertemu...